Thursday, October 21, 2010

We Belong Together 1

Which is more Important? Friendship or Love?






***

“Kau tak’ kan percaya ini, Claire!” Seru Randy sambil menggebrak meja kepada Claire yang baru akan mulai memakan nasi gorengnya. Terpaksa Claire meletakkan sendoknya lagi dan mengalihkan perhatian pada sahabatnya itu, “Christine nerima aku!”
Claire sama sekali nggak tertarik. Dia hanya mengangkat alis dan berkata dengan cuek, “Oh ya, selamet,”
Randy melompat-lompat seperti orang gila. Beberapa murid di kantin itu melirik pada cowok bertubuh atletis tersebut dengan tatapan ‘apakah-dia-masih-waras?’. Claire mulai memakan nasi gorengnya.
“Ada apa ini?” Vanny, sahabat Claire yang lainnya, meletakkan makanannya di samping Claire.
Claire hanya menanggapi, “Bukan hal penting,”
Randy langsung menukas dengan cemberut, “Ini penting! Aku jadian sama Christine, kelas 11-3 yang cantik itu!”
Vanny mengernyit sebentar, “Ternyata memang bukan hal yang penting,”
Randy merengut lagi.
“Memang, kalau Randy, itu hal yang biasa,” Timpal seseorang ketika Vanny baru saja duduk di sebelah Claire. Orang tersebut bertubuh tinggi dan senyumannya menyenangkan. Ia meletakkan semangkuk baksonya di meja sebrang Claire. “Sana gih beli makanan daripada kamu lonjak-lonjak kayak orang gila.”
Dengan wajah cemberut, Randy menurut membeli makanan.
“Cemburu?” Tanya Kenneth, si cowok berwajah manis, pada Claire setelah sosok Randy pergi memesan makanan.
“Aku sudah kebal,” Jawab Claire meringis.
Claire memang sudah menyukai Randy dari dulu. Sayangnya, sahabatnya satu itu playboy dan dia nggak pernah tahu bahwa Claire diam-diam menyukainya.
“Ahu ndha herti hamu hok hiha hahah hihu hiap heher hehita hanhy henhang hahar-hahar ha..” Kata Vanny sambil makan.
“Makan jangan sambil ngomong! Nggak jelas tau!” Ujar Claire sambil mengaduk nasi gorengnya.
“Aku nggak ngerti kamu kok bisa tahan gitu tiap denger cerita Randy tentang pacar-pacarnya?” Kata Vanny setelah menelan makanannya.
“Nda tau ya, aku udah kebal aja gitu pokoke sekarang ini. “ Jawab Claire.
“Kenapa kamu nggak bilang jujur aja? ‘Kan enak, biar kamu nggak usah mendem-mendem perasaanmu itu, and kemungkinan besar kalian bisa jadian!” Kata Vanny cepat.
Claire mengangkat alis, “Nggak, kalau kita jadian berarti itu akhir dari persahabatan kita. Aku yakin kalau kita putus, kita nggak bisa jadi sahabat kayak gini.” Claire menyendokkan nasi gorengnya.
Vanny mengangguk mengerti.
“Tapi mungkin,” Timpal Kenneth, “kalian bisa langgeng…”
Claire menelan nasi gorengnya dengan agak susah payah lalu mendengus. “Langgeng? Plis deh, Ken, kau sahabatnya, tahu lah itu mustahil banget!”
Kenneth hanya mengangkat bahu, “Aku hanya bilang mungkin.”
Selanjutnya mereka harus memutuskan topik itu, karena Randy sudah datang membawa nasi ayamnya.


Pulang sekolah, seperti biasa, Claire, Randy, dan Kenneth pulang naik mobil Randy. Mereka selalu pulang bersama karena rumah mereka dekat.
“Christie itu, gila, udah cantik, perhatian banget,” Cuap Randy sambil menyetir.
Tapi Claire tidak mendengarkan. Ia lebih memilih mendengarkan musik lewat headphone mix-stylenya.
Kenneth juga segan mendengarkannya. Dia bosan. Sahabatnya dari dulu memang begini. Pada awal jadian dia akan memuji-muji cewek itu dan saat mau putus, “Cewek itu parah banget, aku heran bisa suka sama dia dulu,”
Claire sampai di rumahnya. Ia melepas mix-stylenya dan mengucap “Thanks,” singkat pada Randy lalu membuka pintu mobil avanza biru Randy.
“Eh, Claire,” Kenneth berkata tiba-tiba, “Kalau aku ke rumahmu sekarang, kira-kira gimana?”
Claire kaget sejenak. Ia melirik rumahnya. Claire mengangguk, “Boleh saja, sampai jam 5,”
Kenneth segera membuka pintu mobil Randy dan berkata, “Thanks, bro!”
Randy mengamati dengan bingung.


“Menyebalkan sekali sih,” Kata Claire saat sudah menjauh dari mobil Randy, “Christine, Chrstine, memang cewek itu yang mana sih?”
“Kau tak ‘kan percaya,” Kata Kenneth, “Dia cewek yang  dua hari lalu ditabrak Randy di aula.”
“Dua hari lalu?” Claire membelalak.
Randy memang gila!  Claire tahu dia memang ganteng dan keren. Tapi… dua hari? WOW!
“Jadi kita ngapain?” Tanya Kenneth.
“Entahlah, ‘kan kamu yang mau ke sini,” Claire mengernyit, “gimana kalau kita maen bulu tangkis aja di lapangan?”
“Nice idea.” Ucap Kenneth.

Wednesday, October 20, 2010

Mayou Story


Kutatapi rumah itu.
Dindingnya masih tetap biru mudah, namun sudah agak mengelupas.
Gentingnya masih merah pucat.

Angin berhembus kencang melewati pepohonan di sekitar rumah itu.
Daun-daunnya menguning dan mulai berguguran.
Aku masih mengawasinya.
Rumah musim gugur, begitu aku menyebutnya.

"Sudahlah, May," kata Shizuka,managerku, sambil memegang pundakku. "Tak ada gunanya kau memandangi rumah itu lagi."

Benarkah sudah tak berguna memandanginya lagi?
Mungkin.

Tapi aku masih berharap, pintu kayu itu terbuka dan penghuni rumah bersenyum ramah itu keluar.
Tersenyum padaku sambil menggiring sepedanya.
"Ayo May!"

***

Ryuzaki You, adalah tetanggaku.
Teman kecilku.
Kami bersahabat dari kecil sampai sekarang, sampai kami duduk di bangku SMP.
Dia tinggal berdua bersama neneknya di rumah musim gugur.
Pagi di awal musim gugur.
Seperti biasa, aku dan You mengayuh sepeda ke sekolah.
Kami tinggal di lingkungan pedesaan, ke mana-mana kami harus naik sepeda sendiri.
Orang tuaku dan Nenek You bukan orang kaya, mereka tak mampu membeli mobil. Tapi itu bukan masalah bagiku.

Kami balap-balapan sepeda sampai sekolah, dan tentu saja aku yang menang.
"Parah sekali kamu, You," Kataku sambil memarkirkan sepedaku di halaman sekolah. "Untuk ke seratus ratus dua puluh satu aku mengalahkanmu,"
Senyum ramah You memerkah, ia sama sekali tak tersinggung. "Aku kan laki-laki," Katanya sambil mengangkat bahu, "jadi harus ngalah sama perempuan,"

Aku mendengus sambil menyenggol bahunya. "Alasanmu bagus sekali,"
You hanya tersenyum tenang, "Itu bukan alasan, itu kenyataan,"

Kami sama-sama memasuki sekolah.
Walaupun beda kelas, kami tetap sering bersama.
Tak peduli bagaimana sindiran teman-teman.

Aku dan You paling sering melewati jam istirahat di ruang musik.
You pandai bermain piano. Sayangnya, dia tak mampu membeli piano, sehingga dia harus latihan di sekolah tiap hari.
Dan aku suka menyanyi.

"Mungkin kita memang harus buat band," Kataku selesai lagu dilantunkan. "Kita keren."

"Masa sih kita?" You mengernyit. "Kenapa aku merasa hanya aku?"

Aku mendelik tapi You langsung terkekeh. "Nggak-nggak, aku hanya bercanda, kamu keren! Kita memang harus buat band yang bakal terkenal sampai seluruh penjuru Jepang."

"Seluruh penjuru dunia," Aku mengoreksinya. "Dan kita akan banyak uang, aku akan membeli radio baru,"

"Dan piano." Kata You dengan mata berbinar-binar.

Aku tersenyum senang, "Jadi, apa nama band kita?"

You tampak berpikir-pikir. "Apa ya..." Dia terdiam sejenak lalu berkata, "Mayou, tentu saja, gabungan nama kita,"

Aku tersenyum, "Mayou? Kenapa seperti Mayonise? Tapi bagus juga," Kukeluarkan jari kelingkingku, "Janji jari kelingking kita akan membuat band Mayou."

"Orang kota bakal bilang ini norak," Kata You, " Tapi, janji." Ia mengaitkan jari kelingkingnnya ke jariku.

****
Sore yang sejuk.
Aku dan You duduk di ban ayunan yang tergantung pada pohon-pohon di rumah You.

"Dingin sekali, ya,"

"Bukan musim gugur namanya kalau tidak dingin," You menanggapi.

Kuambil salah satu daun yang gugur. "Kuning itu indah ya, dan rumahmu selalu tampak keren di musim gugur,"

You tersenyum sambil menatap langit biru.
"Orang tuaku menikah di musim gugur,"

Aku kaget sejenak. You belum pernah menyinggung-nyinggu soal orang tuanya yang meninggal saat ia masih kecil.

"Aku juga lahir di musim gugur. Maka itu mereka menanam banyak pohon, agar bisa benar-benar merasakan musim gugur," You melanjutkan, "Tapi mereka juga meninggal di musim gugur," You tersenyum sedih, "Tragis, eh?" Ia menatapku.

Aku hanya bisa diam.

"Hei, jangan diam gitu dong," Seru You.

Aku tersenyum lemah. You sangat tegar. Aku sendiri tak bisa membayangkan hidupku tanpa orang tuaku. "Sabar ya, You," Kataku akhirnya.

"Aku sudah nggak sedih sama sekali, kok," Kata You mengangkat bahu. "Aku sudah bahagia memiliki nenek dan sahabat sebaik kamu."

Aku tersenyum.

***

 Seperti biasa, saat pulang sekolah, kami bertemu di parkiran sepeda kami.
"Kau lambat sekali, You," Ujarku setelah setengah menit menunggu You di parkiran sepeda.

You tersenyum. "Aku tidak lambat, aku hanya terlambat sedikit karena sesuatu yang bakal membuatmu kagum sekali padaku,"

Aku hanya bisa mengernyit. "Apa? Kurasa tak ada yang bisa membuatku seperti itu padamu, selain karena permainan pianomu keren," Jawabku dengan nada sakrastis, tapi tentu saja bercanda.

You berlagak cemberut, tapi ia tersenyum lagi sambil melambaikan selembar brosur. Ia membacanya keras-keras. "Pentas Seni Musim Gugur, 5 November 2010, Seihoku Gakuen, murid boleh menampilkan talentanya, daftar paling lambat tanggal 3 Oktober."

Aku mencerna kalimat You beberapa detik. "Jadi?"

You memutar bola matanya. "Baru beberapa jam, apakah kau sudah melupakan Mayou?"

"Oh," Aku mengerti.

Lalu You mengeluarkan sebuah selebaran lagi. "Dan ini, lirik serta partiture kita, belum selesai total sih, aku bingung dengan reffnya, mungkin kau bisa membantuku."

Aku menerima kertas itu dengan sedikit bengong. Lalu kubaca sekilas lirik lagu tersebut. Aku hampir tak bisa berkata-kata. Lalu kupandangi You dengan takjub. "Kau yang membuat ini? Buat kita?"

You mengernyit, "Menurutmu? Apakah aku akan buat band sendiri?"

Aku tersenyum, lalu memeluk You sekilas. "Kau hebat sekali You!"

***

Hari Minggu siang itu, kami janjian untuk bertemu di ruang musik sekolah. Kami sudah meminta ijin pada guru sekolah, dan mereka mengizinkan kami.

Aku sampai di sekolah dengan napas terengah-engah karena cepat-cepat mengayuh sepedaku. Aku sudah telat 15 menit dari waktu perjanjian karena telat bangun.

"Maaf... maaf..." Semburku begitu masuk ke ruang musik.

You berdiri di tengah ruang musik sambil melotot. "Lambat sekali sih! Tapi ya sudahlah, ayo kita latihan!"

Kukeluarkan kertas lirik lagu dan partiture itu dari tasku. "Aku sudah membuat lirik reffnya," Lalu kusodorkan kertas itu ke You.

Laki-laki jangkung dengan rambut hitam lebatnya itu membaca kertas itu dengan seksama. Beberapa kali ia harus mendelik membaca tulisanku yang mengalahkan cakar ayam itu. Lalu akhirnya senyum tersungging lewat bibirnya. Senyum yang paling kusenangi.

"Bagus juga," Puji You.

Aku tersenyum, "Kupikirkan lirik itu dari semalam. Dan aku juga akan memikirkan penampilan kita. Kau akan pakai jas hitam dan aku akan mengenakan gaun putih. Kita seperti putri dan pangeran." Ucapku dengan mata berbinar-binar.

"Putri dan pangeran?" You mengernyit. "Aku tak mengerti, rasanya sebutan putri tak cocok buat kamu, tapi, bolehlah."

Aku cemberut sebentar sambil meninju pelan bahu You. "Lihat saja, kau akan memujiku nanti!"

"Lihat saja nanti," Kata You, "Sekarang kita latihan dulu."

***

Hampir tiap hari kami latihan.
Tapi berlatih menyanyi sama sekali bukan hal yang membosankan.
Tapi, menyenangkan sekali.

Aku tak bosan dimarahi You karena beberapa kesalahanku. Baik kesalahan kecil karena aku telat datang latihan sampai kesalahan besar karena aku salah masuk nada atau suaraku sedikit sumbang.

Karena, latihan ini menyenangkan sekali bersama You. Dia selalu menyelingi latihan kami dengan senda guraunya. Dan berkali-kali senyumnya yang indah itu menghias wajahnya.

Kami bersama-sama menyewa kostum di bibi Omochi yang baik hati. Ia memberi kami potongan harga yang cukup banyak.
Gaunku hanya gaun putih biasa, tapi gaun itu cantik sekali.

Dan beberapa kali kami mengundang orang tuaku serta nenek You untuk mengomentari kami.

"Kalian bagus." Kata ayahku terpukau.
Ibuku selalu memelukku setiap kali aku selesai latihan. Terakhir kali kami latihan, ia tampak meneteskan air mata. Aku bingung.
"Kenapa?"
Wanita separuh baya itu mengusap pipinya. "Tak kusangka anakku sehebat ini."
Lalu aku memeluknya lagi.
Nenek You hanya tersenyum di atas kursi rodanya.

Hingga satu hari sebelum pentas seni.
Kami latihan dengan amat sangat teramat serius.

"Besok kita harus keren!" Kataku di akhir latihan.

"Pasti kita akan keren." You mengangkat tangannya dan kupikir ia hendak ber tos denganku. Tapi rupanya ia mengancungkan kepalan tangannya ke atas, menurunkannya dengan cepat dan memberi tinjuan ke aku. Aku ragu sejenak membalas tinjuan itu.

You tertawa. "Parah sekali sih gerakanmu, ini kan gerakan buat Mayou band,"

Aku mengernyit. "Gerakan? Buat apa?"

You memutar bola matanya. "Gerakan buat simbol band kita."

Kernyitan di dahiku tak hilang. "Simbol band kita? Kenapa nggak keren ya?"

You tampak berpikir sejenak. "Iya sih, baiklah, kapan-kapan akan kucari gerakan yang lebih keren. Sekarang, kita fokus buat penampilan kita besok."

Aku mengangguk.

TIba-tiba You tampak menggigit bibirnya.

"Kenapa You?"

Ia terdiam sejenak lalu menjawab, "Sepertinya aku melupakan sesuatu. Seperti ada yang kurang buat pentas besok."

"Tak ada kok, kau hanya terlalu tegang." Ujarku tersenyum.

***

Dan bukan hanya You.
Ternyata aku juga sangat-sangat tegang.
Kulihat dari balik panggung, banyak sekali penontonnya. Hampir semua warga desa datang.
Tanganku kebas.
Dan lagi tak ada You yang menemaniku.
Di mana sih dia?
Dia membuatku menunggu ber jam-jam.
Oke, dia memang tidak butuh di make-up, tapi kenapa sampai jam segini pun dia belum datang?

Dengan muka masam aku menunggu di ruang ganti.
Banyak sekali murid yang akan menunjukkan talentany sedang berlatihan.
Aku merengut.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar ganti dengan panik.Kusadarai bahwa orang itu adalah ibuku.
Wanita berambut hitam sebahu itu menghampiriku dengan wajah penuh keringat.
"May, You, May,Dia.." Ujar ibuku panik.

Suhu dingin menggetarkan bulu-bulu kulitku. Seakan aku tahu, bahwa ini bukan kabar baik.

"Dia kecelakaan sewaktu menuju ke sini,"

Aku kaget. Hatiku mencelos. Dengan panik aku bertanya, "Lalu bagaimana? Bagaimana keadaannya? Dia di mana?"

"Di Klinik dekat sini, dia,"

Segera saja aku berlari keluar.
Tanpa mempedulikan gaun ini kotor atau robek, aku berlari secepat mungkin ke klinik.

Resepsionis wanita di lobbynya segera memberi tahu kamar You setelah bertanya singkat padakum "Apakah anda nona Toda May?"

You terbaring lemas di sebuah ranjang berseprai putih itu. Neneknya terdiam di samping ranjang menatapi cucunya.

"You,You," Seruku langsung menyerbu ke arah You.

You menoleh sejenak ke arahku, menatapku, "May, kau, cantik sekali," Ucap You terbata-bata.

"You, bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu bisa..." Ucapanku terhenti oleh beberapa genangan air perak yang meluncur dari pelupuk mataku.

"Kantung hitam," Kata You tak jelas, "Pakai,"

Aku menyadari sebuah kantung hitam tergelak di meja.
Kubuka kantung itu dan mendapati sebuah sepatu hak tinggi yang indah.

"Putri harus pakai sepatu cantik," Kata You terbata-bata.

Dengan masih bergenang air mata, aku mengganti sepatu hak lusuh yang kupinjam dari ibuku.

You tersenyum, "Kau harus tetap melanjutkan pertunjukan tanpaku, berjanjilah padaku,"

Sangat lama baru aku mengangguk.
Mungkin kah, You, aku masih bisa bernyanyi tanpamu?
Aku tak yakin.

You tersenyum dan berkata, "Aku menyayangimu, May. Kau sahabat terbaikku,"Dan selanjutnya ia memejamkan matanya dan menghembuskan nafas terakhirnya dengan masih tersenyum.
Nenek You menggenggam tangan pucat cucunya itu.

"You, sangat menyayangimu, dia capat-cepat mengendarai sepedanya untuk membeli sepatu itu  dan sepedanya tak sengaja tergelincir, tubuhnya terpental, kepalanya terbentur cukup keras, mujizat ia masih bisa berbicara padamu," Kata nenek You serak. "Kau tak'kan mengecewakannya kan, nak?"

Aku tak bisa memahami raut wajah nenek You dengan pasti. Air matanya mengenang, tapi ia masih bisa tersenyum, walau aku tahu, senyum itu palsu, senyum itu hanya untuk menyemangatiku. Aku tahu. Tapi aku tetap mengangguk, dengan masih berlinangan air mata.

***

Kuning..
Inilah awal kisahnya
Di musim gugur
Dengan serakan kuning daun

Kita tak tahu
Bagaiamana kita nantinya
Apakah kita 'kan tetap begini
di Musim Gugur selanjutnya?

Tapi kutahu pasti
Kutetap kan di sisimu
Menemani kau di setiap sedihmu
Senyummu yang hangat

Kaulah sahabatku
Dan itu tak'kan pernah berubah
Kapanpun

Reff:
Musim gugur kali ni kulalui
Dengan senyumanm
Dengan canda riamu
Dengan lantunan indah melodi ini
Sahabatku,
Ku 'kan selalu
Menemanimu...
Di tiap harimu
Menemanimu...
Mengayuh sepeda kecil itu
Menemanimu..
Di ayunan itu
Mendengarkan keluhanmu
Tertawa bersamamu
Melewati musim gugur
Yang akan datang

Lagu itu tampak berbeda tanpa You yang mengiringi.
You, lagu itu salah.
Maafkan aku.
Aku tak bisa menemanimu lagi di musim gugur yang akan datang.

***

Musim gugur 15 tahun kemudian.
Aku kembali mengunjungi rumah musim gugur lagi.
Rumah itu masih tetap indah di musim gugur.
Selalu kukenang senyum You.

Aku juga menghampiri sekolahanku dulu.
Mengunjungi ruang musik itu.

"Dulu, aku latihan nyanyi di sini," Kataku pada Shizuka.
Ia hanya bisa tersenyum
Ya, aku menjadi penyanyi seperti cita-citaku dengan nama panggung Toda Mayou.

FIN :)