Friday, January 18, 2013

The Games Land - Part.1 (Kynigo Train)



Judul: The Games Land - Part.1 (Kynigo Train)
Cast(s):
~Sandara Park
~Kwon Jiyong
~Dong Yongbae
~Lee Seunghyun as Lee Seungri
Supporting Cast(s):
-Park Sanghyun/ Thunder MBLAQ
-Yang Yoseob
-Do Kyungsoo
-Lee Jieun
-Im Yoona
-Jung Soojung
-Oh Sehun
-Lee Donghae
-and other. Find the other cast in the next chapter!

Genre: Adventure, Fantasy, Mystery, Science Fiction, Friendship, Romance

Length: Chaptered

Disclaimer: Human and thing belong to God. I only own the plot. Terinspirasi dari banyak novel (Harry Potter, Percy Jackson, Divergent, Hunger Games) dan komik (Doraemon dan Conan.Happy reading ^0^
a/n: I only posted this fanfict here and at Indofanfictkpop

Summary: Berapa kali sudah kau mencoba permainan di playstation, komputer, dan NDSmu? Mungkin kau sudah lihai memainkan semua permainan di dalamnya. Kau tahu tokoh mana yang bagus dan jurus mana yang harus dipakai. Kalau kau kalah - game over - kau tinggal menekan tombol retry, atau play again. Bagaimana jika games itu nyata? Bagaimana jika kau yang menjadi tokoh utama dalam games dengan berbagai macam jurus dan kekuatan?




.
.
.
.

Sandara menemukan amplop itu tepat di depan teras rumahnya. Amplop bewarna perkamen dengan tempelan mawar melekatkan ujungnya. Gadis itu mengernyit. Ia membukanya dengan penasaran. Di dalamnya, ia menemukan secarik kertas.
_______________________________________________________
Dear, Ms. Park Sandara
Selamat!
Anda telah terpilih menjadi salah satu peserta Tour Kynigo Land!
Berikut tempat dan waktu berkumpul:
tempat: Stasiun Kereta Seoul
kereta: Kynigo Train
gerbong: 7 Gi
tanggal: xx Januari 2013
waktu: 07.00 a.m
Peserta Tour diperkenankan membawa hanya satu buah tas dan baju secukupnya. Dilarang keras membawa minuman keras dan senjata tajam. Berikut surat ini dikirim beserta lampiran karcis kereta. Mohon membawa karcis! Demikian surat ini kami sampaikan. Sampai jumpa dan semoga cukup beruntung!
Regard,
Kynigo Trip
*nb: Kynigo Train dapat ditemukan di peron 10
_______________________________________________________
Sandara membaca sekali lagi surat itu dengan teliti. Jari telunjuknya ikut menyusuri tiap kata demi kata agar memastikan apa yang dibacanya benar. Ia mengerjap. Cepat-cepat gadis itu mencari lampiran yang dimaksud di dalam amplop. Benar saja, ada kertas berukuran lebih kecil terselip di dalamnya. Karcis kereta.
“UWO!!” Ia berseru, segera masuk ke dalam rumah sambil melompat senang. “Sanghyun aaa! Dengar! Aku menang undian tour!”
***
Walaupun Sandara bersama Sanghyun berusaha untuk datang lebih awal, rupanya stasiun kereta Seoul tetap saja ramai. Berbondong-bondong orang menunggu di kereta masing-masing, membawa tas, koper, dan lainnya. Sandara Park harus menyelip berkali-kali di antara orang-orang untuk mencari keretanya. Ia berhenti di salah satu pilar untuk mengamati karcisnya. Ia sudah di peron 10, namun gadis itu masih juga tidak menemukan keretanya.
“Nuna yakin di peron 10?” tanya Sanghyun yang baru saja keluar dari gerombolan manusia sambil menggeret koper Sandara. Ia menggeser tubuh mendekat ke arah kakak perempuannya, ikut melihat karcis yang dipegang Sandara Park.
“Iya, di surat dan karcis ditulis begitu,” omel Sandara. Gadis itu mengangkat wajah menoleh-noleh. Di kedua sisinya, ada dua kereta yang sedang duduk manis di atas rel. Yang satu bewarna coklat tua, yang satu bewarna hijau lumut. Papan petunjuk yang tergantung di atas berkelip mengukir nama kedua kereta tersebut.
“Ah,” Sanghyun melirik kakaknya yang gelisah. Laki-laki itu bersandar di pilar dengan tenang, membiarkan koper Sandara juga menyandar di sebelah. Tangannya dimasukkan ke dalam saku. “Jangan-jangan kau ditipu?”
Sandara mengerling pada dongsaengnya. Ia merengut. “Tidak mungkin!”.
“Kenapa kau begitu yakin, nuna?” Sanghyun mengangkat bahu.
“Pokoknya aku yakin!” tukas Sandara. Ia meneruskan langkahnya, terus menyusuri sepanjang stasiun sambil menengok-nengok. Sanghyun mengikuti dengan sabar di belakangnya.
“Kynigo.. Kynigo… Namanya seperti bahasa jepang… Apa mungkin ditulis dalam huruf katakana, hiragana, kanji?” Sandara bergumam pada dirinya sendiri. Kini kereta bewarna hitam di sebelah kanannya telah melaju. Peluit nyaringnya memekakkan telinga.
Sandara Park mengamati arlojinya. Sudah setengah jam. Ia tetap tak menemukan kereta yang dimaksud. Gadis itu duduk di salah satu bangku, terus mengamati sekitarnya dengan frustasi. Sanghyun ikut duduk di sebelahnya, meletakkan koper kulit Sandara di sebelah bangku.
“Lagian… Memangnya itu undian apa?” Sanghyun bertanya
“Oh entahlah, Sanghyun,” Sandara menggigit bibirnya, masih menoleh-noleh, tidak memperhatikan adik laki-lakinya. “Kau tahu ‘kan, aku suka ikut undian. Mungkin undian dari supermarket, mall, atau undian di jalan yang kapan hari aku daftar.”
“Kau mungkin ditipu, nuna!” Sanghyun menyuarakan kemungkinannya sekali lagi. Laki-laki itu menyilangkan tangan di tubuhnya. Ia memperhatikan kakak perempuannya yang sedang panik dan tersenyum kecil.
“Tidak mungkin!” Sandara menoleh pada adiknya. Ia cemberut melihat senyuman kecil sang adik. “Daripada kau tersenyum tidak penting, lebih baik bantu aku mencari keretanya!”
“Ya ya…” Namun Sanghyun malah menguap dan menyandarkan kepalanya ke punggung bangku. Ia mengamati benda-benda di stasiun yang menarik perhatiannya. Tiang-tiang penyangga, beton-beton yang disusun rapi, gentingnya yang tinggi.
Sandara menoleh pada adiknya sekali lagi dan mendesis. Ah terseralah, pikirnya. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya. Berputar-putar hingga kepalanya sendiri pening. Ia mengeluarkan suratnya lagi dari amplop, membaca sekali lagi note yang ditulis di bawah surat.
Kynigo Train dapat ditemukan di peron 10.
Ditemukan.
Bukan berada.
Gadis itu mengernyit. Ia merasa ada yang salah. Sekali lagi Sandara melihat berkeliling. Kini kereta hijau di sisi yang lain juga telah melaju, meninggalkan stasiun hanya dengan rel-relnya juga kios-kios di tepi stasiun. Gadis itu memutar tubuh sekali lagi.
Lalu ia melihatnya.
Kereta itu berada di jalur rel yang lain. Warnanya merah tua dengan strip perak yang berkilauan. Dibanding kereta biasa, kereta itu lebih pendek, namun – Sandara menelan ludah – sangat mewah. Cerobongnya yang hitam legam mengeluarkan asap yang mengebul. Apakah itu keretanya? Seharusnya ia tidak seyakin itu. Namun ketika melangkah beberapa kali, ia dapat melihat tulisan yang diukir di badan kereta.
KYNIGO.
Tulisan itu diukir dengan perak.
Sandara segera berlari kembali ke bangku. “Sanghyun! Cepatlah! Keretanya ada di sana! Aku menemukannya!”
Sanghyun tidak menghiraukan kata ‘cepatlah’ yang dilontarkan kakaknya. Ia memutar tubuh perlahan. Kedua manik hitamnya menangkap kereta yang dimaksud Sandara di lajur kereta yang lain. Laki-laki itu mengernyit. Kereta itu tidak seperti kereta tour. Lebih mirip kereta yang mengantarkan presiden keliling Korea.
“Kau yakin, nuna? Jangan terlalu-“
“OH, ayolah! Lihat tulisan di badan kereta!” Sandara mengomel.
Sanghyun menurut. Benar. Ada tulisan Kynigo terukir di sana. Laki-laki itu mengamati beberapa kali, kemudian bangkit berdiri dengan malas, menggeret koper Sandara. “Ayo!”
“Yuhuy!” Sandara menyentakkan kaki dengan senang. Bagaimana tidak senang? Sudah berapa kali ia mengikuti undian untuk mendapatkan liburan gratis? Sudah hampir sepuluh tahun semenjak ia berlibur. Gadis itu benar-benar mengharapkan sedikit saja trip ke manapun, asalkan tidak terus berada di kota Seoul yang selalu sibuk.
Dan kini, gadis itu bahkan berlibur dengan kereta yang luar biasa mewah! Akhirnya Tuhan menjawab doanya!
Sandara sedikit berlari kecil menyebrangi rel kereta menuju tempat pemberhentian Kynigo Train. Semakin ia mendekati kereta tersebut, semakin gadis itu mengagumi rangkaian kereta yang sangat menawan.
Dari dekat, kereta itu bewarna lebih merah – merah maroon. Di setiap ujungnya ada setrip perak yang bagaikan taburan perak asli, berkeli-kelip indah. Ia menghitung. Ada tujuh gerbong di kereta tersebut. Di masing pintu gerbong di jaga oleh seorang wanita dan seorang laki-laki dengan seragam hitam lengkap. Mereka memeriksa setiap karcis penumpang.
Sandara mendekati salah satu gerbong yang sepi, lalu menyerahkan tiketnya pada wanita penjaga. Wanita itu sangat cantik. Rambutnya hitam legam disanggul ke belakang. Bibirnya kecil dan manik matanya seperti boneka.  Senyuman wanita itu bahkan lebih imut daripad boneka Sandara di rumah. Di belakang, Sanghyunpun mengangga dan terpesona melihat wanita penjaga gerbong tersebut.
Selagi karcisnya diperiksa, Sandara mengamati laki-laki di sebelah wanita penjaga. Laki-laki itu bertubuh jangkung dan kekar. Sangat kontras dengan sang wanita yang seperti boneka barbie, laki-laki itu seperti boneka monster. Kekar dan menakutkan. Matanya menatap kedepan dengan siaga. Wajahnya kaku dan tanpa ekspresi. Cepat-cepat Sandara memalingkan wajah. Rupanya karcisnya sudah selesai di periksa.
“Gerbong Gi ya?” Wanita itu membaca sekali lagi. “Keretanya benar di sini, tapi gerbongnya di sebelah sana.” Wanita itu menunjukkan gerbong paling belakang. “Gerbong ketujuh.”
“Oh,” Sandara mengangguk. “Gamsa.” Ia membungkukkan tubuh dan meninggalkan gerbong tersebut. Sang wanita tersenyum, namun laki-laki di sebelahnya masih tidak mengalihkan pandangannya.
Bersama Sanghyun, Sandara berjalan melewati beberapa pintu gerbong menuju gerbongnya. Gerbong ketujuh. Gerbong Gi. Kali ini Sandara harus berbaris karena ada seorang pemuda yang sedang memeriksakan karcisnya di gerbong Gi.
Selagi menunggu barisan, Sandara mengamati kedua penjaga. Sama seperti gerbong sebelumnya, gerbong Gi dijaga oleh seorang wanita dan laki-laki. Sang wanita sedang memeriksa karcis pemuda tersebut. Wanita itu sama cantiknya dengan wanita di gerbong tadi. Jika bukan karena pipinya yang lebih cekung, Sandara akan mengira kedua wanita penjaga itu kembar. Sandara mengerling pada laki-laki di samping penjaga. Sama. Sama besar dan mengerikan. Gadis itu bergidik ngeri.
“Benar, ini gerbongmu. Silakan masuk! Pilih tempat sendiri!” Wanita itu tersenyum. Ia menggeser tubuhnya ke samping, diikuti laki-laki penjaga yang bertubuh kekar.
Pemuda di depannya, yang berambut hitam berantakan dengan hanya berbekal ransel bewarna ungu tua, naik ke kereta dengan santai. Setelah pemuda itu menghilang, kedua penjaga menggeser tubuh kembali ke posisi semula.
Sandara maju selangkah, menyerahkan karcisnya. Tidak perlu waktu lama bagi wanita penjaga untuk memeriksa karcis Sandara. Begitu selesai membaca, ia mengangguk dan mempersilakan Sandara masuk. Sama seperti sebelumnya, kedua penjaga itu menggeser tubuh seperti layaknya pintu.
Sandara berbalik pada Sanghyun. “Aku akan menelponmu saat sudah sampai di sana. Membelikan beberapa oleh-oleh kalau ingat.”
Sanghyun mendegus. Ia mengangguk seraya mendorong kopernya ke arah Sandara. “Selamat berlibur.”
“Annyeong!!” Sandara berpamitan dengan girang.
Ia menaiki kereta tanpa menunggu balasan dari Sanghyun. Memasuki gerbongnya yang berpintu kaca.
Sekali lagi, Sandara dibuat mengangga. Di dalam gerbong adalah ruangan persegi panjang yang didominasi warna emas. Bingkai jendela di masing-masing sisi ruangan dihiasi gorden merah maroon. Desain Interiornya pasti memakan jutaan – atau bahkan milyaran won. Ia masuk ke dalamnya, menginjakkan sneakernya di karpet bewarna coklat tua.
Ada dua baris kursi di masing-masing sisi ruangan dengan meja granit di depan masing-masing kursi. Lalu di tengah ruangan, ada meja bulat yang dikelilingi oleh pemuda-pemudi. Mereka duduk dengan santai sambil terbahak-bahak di kursi berpunggung yang disusun melingkar tersebut.
Sandara memilih duduk di salah satu kursi di sudut, lalu memperhatikan penumpang yang telah berkumpul. Duduk di meja bulat berjumlah tujuh orang. Empat orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Pemuda yang berbaris di depan Sandara tadi juga menjadi salah satu dari mereka. Sepertinya ketujuh orang tersebut saling mengenal. Mereka bercanda gurau dan bahkan berteriak-teriak.
Selain ketujuh orang tersebut, ada lima orang termasuk Sandara yang duduk sendiri-sendiri di kursi-kursi ujung. Sandara mengernyit. Apakah semua orang di sini benar-benar menang undian?
Sandara mengangkat bahu. Ah, buat apa dipikirkan?
Gadis itu mengeluarkan earphone dari saku jeansnya dan menempelkan benda putih itu di telinga. Gadis itu menggoyangkan kepala mengikuti irama yang mengalun, tidak peduli lagi tentang apapun. Yang penting ia liburan! Yeah!
Baru dua lagu mengalun di telinganya, ia mendengar sebuah suara lain yang jauh lebih keras. Gadis itu melepas earphone di telinga kanannya. Rupanya itu suara pemberitahuan dari masinis.
“Selamat datang di Kynigo Train! Saya, Ha Donghoon, selaku masinis kereta ini menyambut seluruh peserta Tour Kynigo yang terpilih! Sebentar lagi, kereta ini akan melaju menuju Kynigo Land. Etimasi waktu dua belas jam. Selamat menikmati! Semoga cukup beruntung! Veni, vidi, vici!”
Sandara mengernyit  bingung, bukan karena kata-kata aneh yang diucapkan sang masinis. Dia tak begitu peduli apa yang dikatakannya selain dua belas jam. Dua belas jam? Serius? Memangnya mereka mau kemana? Gadis itu menatap arlojinya. Tepat ketika jarum jam pendek di angka tujuh, jarum jam menit di angka dua belas, dan detiknya berada di angka dua belas, Kynigo train meniup peluitnya yang panjang dan melaju. Sandara mengamati dari jendela sebelah yang gordennya ia singkap. Bayangan stasiun menghilang pelan-pelan. Namun ketika kereta telah berada di luar stasiun, sang masinis menambah kecepatannya. Kini Sandara mengamati pemandangan alam hijau yang amat sangat kabur.
Dua belas jam dengan kecepatan seperti ini? Yang benar saja! Cepat-cepat gadis itu membenarkan gorden merah yang telah ia singkap agar menutupi kaca jendela yang dibingkai putih tersebut. Ia tidak ingin muntah.
Gadis itu melanjutkan lagunya di earphone sambil menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya selama dua belas jam. Tidur? Nyemil? Tidak mungkin ia mendengar lagu terus selama dua belas jam. Batterai Ipodnya akan habis tak berbekas.
Satu jam perjalanan ia lalui dengan hanya mendengarkan lagu. Gadis itu mengernyit dan menoleh ke sana ke mari. Tidak ada pengantar makanan ‘kah? Ia lapar, hah! Pukul berapa tadi pagi ia makan? Sandara tidak ingat. Gadis itu terlalu bersemangat tadi pagi.
Akhirnya ia memutuskan membuka ponselnya dan mengirim sebuah pesan singkat pada adiknya.
Sanghyun aaa~ Perjalanannya jauh. Aku bosan.
pesan terkirim
Sandara mengetukkan ponselnya di meja. Jawaban Sanghyun datang lebih cepat daripada yang ia kira. Ponselnya berkedip menandakan ada pesan masuk. Sandara membuka dan membaca pesan balasannya.
Nuna, ini baru satu jam.
Hanya itu jawabannya. Sandara memberengut. Tidak ada hiburan apapun yang ia harapkan diterima dari adik laki-lakinya. Gadis itu mengembalikan ponselnya di saku jeans. Perutnya bergemuruh sekali lagi.
Gadis itu melirik pada kelompok tujuh orang di meja bundar. Mereka masih bergurau dan tertawa. Namun bukan itu yang menarik perhatian Sandara, melainkan Potato Chips yang tergeletak di atas meja. Perutnya segera bergemuruh begitu membayangkan lapisan kentang yang digoreng dan dibumbui, lalu jemarinya yang akan dibekasi sisa bumbu. Gadis itu mengemut telunjuknya. Sial! Mengapa ia selapar ini? Sandara sendiri tak sadar telah menatap Potato Chips itu terlalu lama hingga salah satu dari mereka menoleh padanya. Ia adalah pemuda berambut hitam yang berbaris di depan Sandara tadi. Sandara segera memalingkan wajah.
Sekali lagi Sandara menatap kosong pada pemandangan belakang kursi di depannya sambil menganguk-anggukkan kepala mengikuti irama lagu. Kali ini ditemani suara gemuruh dalam perutnya. Ia masih sibuk mendengarkan lagu hingga tak menyadari sosok yang sedang berjalan ke arahnya.
“Boleh aku duduk di sini?” Sandara terlonjak. Ia menoleh dan mendapati pemuda berambut hitam dari kelompok meja bundar telah berdiri di sebelah kursinya.  Dari dekat, laki-laki itu sangat imut dan kelihatan baik. Sandara mengangguk, menggeser kopernya dan membiarkan laki-laki itu duduk di sampingnya. Namun selama laki-laki itu duduk, Sandara hanya memperhatikan benda yang dipegang sang laki-laki. Sekantung Potato Chips. “Kau lapar ya?”
“Apa?” Sandara mengangkat wajah dengan panik. Ia mengerjap. “Tidak… Aku…”
Laki-laki itu menyodorkan bungkus Potato Chipsnya. “Ambillah. Kita punya banyak persediaan makanan ringan.”
Sandara hendak menolak, namun suara perutnya berkata lain. Ia mengambil salah satu potongan kentang goreng itu dan memasukkan ke dalam mulutnya. Rasanya seperti surga dengan bumbu barbeque!
“Namaku Lee Seungri – kemenangan, kau?” Laki-laki itu tersenyum. Memamerkan sederet giginya yang putih rapi.
“Sandara Park,” jawab Sandara gugup sambil mengangguk.
“Sand... dara?” Seungri menaikkan alis. Sandara mengangguk, lalu laki-laki itu tertawa geli. “Benar-benar, deh. Lucu.”
“Namaku lucu?” tanya Sandara binggung. Memang bagi orang Korea, namanya cukup unik. Tapi lucu?
“Tidak.. tidak begitu. Hanya saja…” tukas Seungri. Ia sedang  mempertimbangkan sesuatu. “Siapa yang memberikanmu nama?”
Sandara mengangkat alis bingung. “Ommaku. Kata omma, Sandara berarti kupu-kupu. Memang aneh untuk orang Korea. Apakah begitu lucu?”
“Ehm… Tidak begitu juga, sih,” Seungri meringis. Ia menyilangkan tangannya. “Kalau dipikir, masih lucu ekspresimu, kau tahu, saat tadi menatap Potato Chips di meja.”
Sandara merona. Apakah tatapan rakusnya begitu kentara? Ia menggertakkan gigi dan memarahi perutnya. Kenapa perutnya selalu lapar disaat yang tidak perlu sih?
“Pertama kali ya ikut tour ini?” Seungri bertanya. Sandara mengangguk lagi, ia masih terlalu malu untuk berucap. “Aku sudah lumayan sering. Mereka juga,” Seungri menunjuk teman-temannya di meja bundar. Tidak heran. “Kami penasaran, apa temanya kali ini? Semoga seru!”
“Tema?” Sandara mengernyit.
“Ups!” Seungri menggigit bibir. “Aku benar-benar tidak bisa menjaga rahasia. Lupakan.” Seungri melambaikan tangannya. “Omong-omong, kau yakin membawa itu?”
“Itu?” Sandara mengernyit. Sekarang ia merasa bodoh. Ia terus menerus bertanya tanpa mengerti apa-apa. Seungri mengedikkan dagunya pada koper. “Memangnya kenapa?”
“Kau tidak akan leluasa membawa koper ke mana-mana di sana.” Seungri mengangkat bahu. “Dulu aku juga membawa, akhirnya aku membuang semuanya. Tapi kalau kau butuh titipan, kau boleh menitipkannya padaku.”
Sandara hanya mengangguk. Ia tidak mengerti. Mengapa tidak leluasa? Apakah ia harus membawa kopernya ke mana-mana? Dan.. membuang semuanya? Oh tentu saja Sandara tidak akan melakukannya. Di dalam benda persegi yang tergeletak manis dibawah kaki gadis itu, ada setumpuk baju dan sepatu koleksi yang sangat ia sayangi.
“Jadi, kalian semua sudah akrab ya?” Sandara bertanya.
“Apa?” Seungri mengernyit lalu akhirnya mengerti. “Oh ya! Kami bertujuh selalu bersama saat tour! Ya, memang pasti bersama! Tapi jangan minder! Kau di sini berarti kau juga bagian dari kami!”
Sandara tersenyum. Padahal mereka hanya satu gerbong, tapi Seungri seperti berkata bahwa mereka adalah satu keluarga. Ia benar-benar laki-laki yang manis. Sandara teringat Sanghyun. Adiknya memang manis dan sangat penurut – contohnya ia mau membawa koper Sandara pagi ini. Ia tidak keberatan menambah Seungri sebagai adiknya.
“Seungri yaa-“ panggil salah satu laki-laki dari meja bundar. Sandara ikut menoleh. Suara itu berasal dari laki-laki bertubuh kekar dengan rambut hitam yang ditata berdiri-berdiri. Ia tersenyum, membiarkan kedua matanya yang sipit menghilang. “Jangan menggoda cewek dong!”
Lalu gerombolan bertujuh itu tertawa.
“Diamlah, hyeong!” Seungri mengomel. Ia berbalik melihat Sandara. “Jangan dipikirkan. Mereka sedang tidak ada korban untuk diejek.”
Sandara tersenyum. “Kau suka menggoda cewek?”
“Hah?” Seungri menelan ludahnya. Ia tampak kikuk. “Ya – eh tidak juga sih, pernah sebenarnya, tapi juga tidak sering. Ah… Jangan dengarkan Yongbae Hyeong… Ia selalu begitu.”
“Yongbae?” Sandara mengernyit. Jadi itu nama laki-laki dengan rambut berdiri-berdiri tadi. Yongbae.
“Benar, dia Yongbae,” Lalu Seungri menggeser tubuhnya sedikit. Ia menunjuk dengan edikan kepalanya. “Lihat, di sebelah Yongbae – yang berambut pirang – adalah Yoseob, di sebelahnya yang lain adalah Kyungsoo, di samping Kyungsoo adalah Soojung dan Yoona – mereka tidak kembar omong-omong – lalu di sebelah Yoseob adalah Jieun. ” Seungri menoleh pada Sandara yang melongo, “Eh, kau tak perlu menghafalnya.”
Sandara mengangguk mengerti. Semua nama itu terasa asing dan aneh, masuk begitu saja  ke dalam otaknya, dan keluar bagai hembusan nafas melalui hidungnya. Siapa tadi? Entahlah. Sandara hanya mengingat nama Yongbae. Dia tidak pernah suka menghafal, apalagi menghafal nama. Itu cukup menjelaskan bagaimana nilai matematikanya lebih tinggi dari nilai sejarahnya.
“Bagaimana dengan yang lain? Yang bukan di meja – maksudku yang tidak bersama kalian?” Sandara bertanya penasaran.
Seungri mengangkat bahu, “Sama sepertimu, mereka baru.”
Sandara mengangguk. “Dan apakah ada semacam peraturan seperti kelompok tour? Satu gerbong harus terus bersama?” Sandara bertanya bingung. Tadi Seungri mengatakan bahwa berada di satu gerbong, berarti ia sudah menjadi bagian dari mereka. Sandara penasaran apa yang dimaksudkan laki-laki bermarga Lee tersebut.
“Ehm.. Kebanyakan bersama, kecuali Youngbae sih. Dia kadang bersama kita, kadang juga dengan soulmatenya,” Seungri mengangkat bahu. “Laki-laki bernama Jiyong dari gerbong fotia. Kau akan bertemu dengannya, ia terkenal di sini!”
Selama beberapa jam selanjutnya, Sandara dan Seungri berbincang-bincang. Mereka membicarakan banyak hal, dan karena Seungri adalah tipe orang yang  suka ngomong,, ia selalu memiliki topik pembicaraan. Namun beberapa jam kemudian Sandara mulai mengantuk. Raungan kereta yang melaju cepat membuat kepalanya sedikit pening. Akhirnya gadis berambut coklat tua itu ijin mengistirahatkan dirinya. Ia tertidur di atas meja granit yang dingin.
Lalu bangun karena mendengar bunyi berkeriut-keriut yang tidak enak di dengar. Sandara Park  menegakkan tubuhnya, menoleh-noleh. Kumpulan tujuh orang itu masih asyik berceloteh. Seungri telah kembali bersama mereka, duduk di sebelah Yongbae, dan kelihatannya sedang melontarkan lelucon.
Sandara mengerling ke jendela dengan mata setengah terpejam. Ia menyibak gorden itu sebentar. Rupanya bunyi tidak enak tadi berasal dari ranting-ranting pohon menggesek kaca. Pantas. Gadis itu menggeleng, baru saja akan tertidur lagi, namun disela bunyi lain.
Kali ini bunyi itu berasal dari speaker pengumuman. Sandara menegakkan tubuhnya sembari menatap  arlojinya. Apakah mereka sudah akan sampai? Tapi ini belum dua belas jam.
“Para peserta Tour. Inilah saat-saat yang kalian tunggu. Sebentar lagi kami akan memasuki rel di atas laut,” Di atas laut? Sandara membelalak . “Dan bersamaan dengan bunyi bel, level satu dimulai!”
Level satu? Apa yang dimaksud sang masinis?
Teettttttttttttt
Bunyi bel panjang nyarin itu memekakakkan telinga, membuat Sandara sadar seluruhnya.
Gadis itu menoleh-noleh. Melihat ke arah masing-masing penumpang baru. Dua perempuan dan dua laki-laki. Mereka juga tampaknya baru saja bangun dari tidur mereka.
Berbeda dengan kumpulan tujuh orang di meja bundar. Mereka telah meringkas habis seluruh makanan ringan dan apapun yang berada di mejanya. Menutup rapi tas ransel dan meletakkannya di bahu. Ketujuhnya bangkit berdiri dengan wajah antusias. Seungri melonjak girang. Youngbae mengangguk-angguk seperti sedang menikmati lagu. Apa sih yang sedang mereka lakukan?
Kereta mulai melintasi kawasan laut. Sandara tahu. Ia mendengar deburan lembut air yang menghantam ombak di luar. Derasnya arus air yang berpusar-pusar di bawahnya. Gadis itu menjengit. Salah satu alasan ia tidak menyukai wisata langit dan laut adalah karena ia tahu di bawahnya ada air. Ia selalu bergidik membayangkan tubuhnya terjun bebas ke dalam air, lalu ditelan oleh pusaran kuat menuju perut bumi.
Tapi tidak terjadi apa-apa. Apa yang dimaksud masinis dengan level satu? Gadis itu tidak mengerti.
“Tapi ini agak curang! Ini sih menguntungkan gerbongnya Donghae hyeong!” seru salah satu dari keempat laki-laki yang berambut hitam. Siapa tadi namanya? Kyungsoo? Sandara mengangkat bahu. Sejenis itulah.
“Tidak juga!” Youngbae melemparkan senyum pada laki-laki tersebut. “Ingatlah apa yang berada di dasar laut!”
Di dasar laut? Apa yang berada di dasar laut? Ikan Makarel? Cumi-cumi? Oh tidak, rupanya perut Sandara berkompromi lagi. Ia berusaha berpikir logis. Apa yang ada di dasar laut? Seingat gadis itu, paus adalah makhluk yang paling sering menghabiskan waktu di dasar laut. Tapi… paus?
Tiba-tiba terdengar bunyi alarm yang sangat nyaring. Bersiul-siul di sela deburan ombak di bawah kereta. Sandara mengejang. Apa yang sedang terjadi? Ia memegang lengan tempat duduknya dengan erat. Hatinya merosot. Apakah kereta ini akan jatuh di air atau apa? Pikirannya becampur aduk dengan ketakutan membumbuinya.
Begitu bunyi alarm berhenti, perlahan-lahan setiap jendela yang tergantung di kedua sisi gerbong membuka diri mereka. Angin sejuk lautan berhembus masuk. Sandara menggeser tubuhnya agar menjauhi jendela. Ia tidak menyukai kibaran gorden yang terus menerus menamparnya serta bau menjijikkan yang dibawa angin masuk ke dalam gerbong
Gadis itu masih membenarkan posisi duduknya, bahkan ia tak menyadari sosok-sosok kecil yang baru saja melesat masuk dari jendelanya.
Buk buk buk
Gadis itu menoleh. Mulutnya mengangga. Di sampingnya, tempat yang tadi berdominasi emas merah telah berubah. Banyak hijau lendir di mana-mana. Sandara Park masih melongo. Ia mengamati Seungri yang berdiri di atas kursi, menginjak sesuatu di bawahnya. Bukan sesuatu, itu monster.
Makhluk itu sangat kecil. Lebih kecil dari kaki-kaki kursi, lebih besar daripada serangga. Warnanya coklat, bundar, matanya belo, dan tubuhnya di penuhi lubang Di bagaian belakang tubuhnya adalah duri-duri lancip yang jauh lebih tidak menyenangkan dibanding duri landak. Kaki dan tangannya berselaput. Setelah Seungri menginjaknya, makhluk itu mengempis dan mengeluarkan cairan hijau dari tubuhnya. Sandara menjengit. Menjijikkan. Selera makan Sandara langsung memudar.
Ia masih serius menonton pertandingan antara manusia dengan makhluk itu di tengah ruangan, tidak menyadari ada yang mengintip di balik kakinya. Ketika tangan berselaput itu menyentuh tungkainya, ia menjerit keras, mengangkat kakinya ke bangku. Wajahnya tampak was-was. Apa yang harus ia lakukan? Menginjak bukan opsi yang ia sukai.
Sandara Park mengangkat kakinya, melepas sneaker yang  amat dicintainya, lalu menjatuhkan benda bewarna biru tersebut ke arah monster di bawah mejanya. Sama seperti yang dilihatnya tadi, monster itu mengempis dan mengeluarkan cairan hijau. Cepat-cepat Sandara mengambil kembali sneakernya, tidak ingin benda itu dinodai lebih lagi oleh cairan hijau bau itu.
Sandara bangkit berdiri. Ia menggeret kopernya menjauh, takut benda tersebut juga terkontaminasi oleh lendir makhluk kerdil tersebut. Ia sudah mengempiskan beberapa makhluk yang berada satu meter darinya. Gadis itu mengancungkan sepatunya ke manapun dengan waspada.
“Tidak!!!” Sandara menoleh mendengar jeritan tersebut. Sebuah jeritan yang berasal dari gadis yang duduk tepat di belakang kursinya. Monster kerdil tersebut berhasil menaiki tubuh sang gadis dan bertengger di pundaknya.  Sandara Park segera menghampiri gadis itu.
“Maaf, tutup matamu!” Sandara menamparkan sneakernya, membiarkan makhluk itu mengempis di bahu sang gadis. Lendir hijaunya menodai rambut hitam panjang gadis tersebut.
“Menjijikkan!” Seru gadis itu sambil mengerjapkan matanya. “Makhluk apa ini?”
“Entahlah! Memang menjijikkan! Lepas sepatumu, kita harus mengempiskan mereka!” perintah Sandara.
Gadis itu menurut. Ia melepas sepatu tingginya. “Omong-omong, gamsa!”
Sandara mengangguk. Bersama dengan gadis itu, Sandara melempari beberapa makhluk dengan sepatunya. Terkadang menampar jika makhluk itu sudah berdiri di atas meja.
Jumlahnya semakin lama semakin dikit… dan habis. Sandara dan sang gadis terengah-engah. Mereka mengangkat sepatu sambil melihat waspada ke seklilingnya. Sandara berusaha menunduk, melihat melalui sela-sela meja jika ada makhluk yang bersembunyi.
“Well Done! Well Done!” seru sebuah suara. Sandara menegakkan diri. Suara tersebut berasal dari speaker pengumuman. Bedanya suara itu bukanlah suara sang masinis, melainkan suara seorang wanita. “Level 1 completed! 70 poin untuk gerbong Gi, dan 20 poin tambahan atas keikutsertaan 2 tourist baru! Selamat!”
Sandara Park melongo. Apa? 70 poin? 20 poin? Apa yang ia katakan?
Gadis itu menoleh ke tengah ruangan dimana Seungri dan kawan-kawannya saling berhigh five.  Seungri berlari ke arah Sandara dan menepuk pundak gadis itu. “Kerja bagus! Kerja bagus!”
Sandara masih tidak mengerti. Ia hanya mengangguk, lalu mengamati Yongbae yang kini naik ke atas meja.Yongbae tersenyum. DI bajunya, bekas lendir hijau menempel di mana-mana, namun ia tidak terlihat marah atau apa. Malahan ia tampak lebih bersemangat.
“Baiklah semuanya! Attention please! Aku tidak akan mengumumkannya secara formal, oke? Aku benci formal,” Ia mengangkat bahu, memutar tubuh menghadap kelima orang – termasuk Sandara, yang berdiri di masing-masing kursi dengan wajah binggung. “Selamat datang di Kynigo Trip! Ini adalah trip tujuh hari di dunia game! Mulai dari kereta hingga Kynigo Land, kita akan melewati dua belas level games yang nyata! Seperti yang kalian lihat tadi! Menyenangkan bukan?” Tidak ada yang menanggapi. “Setiap permainan akan menambah poin untuk gerbong kita. Gerbong Gi. Dan ada satu hal yang spesial dari gerbong Gi!”
Sandara mengernyit. Spesial? Dan dengan wajah senang karena telah memancing rasa penasaran dari kelima orang baru.
“Gi – dalam bahasa yunani artinya tanah, kita adalah pengendali tanah!” Untuk membuktikan kata-katanya yang tidak masuk akal, Yongbae mengibaskan tangannya. Ada segumpal tanah masuk dari jendela yang terbuka, melayang lembut di hadapannya. Sandara terkesiap memandangi keindahan tersebut. “Ini adalah hadiah bagi kita. Kekuatan yang hanya dimiliki segelintir orang saja. Sangat menguntungkan, tapi kalian tidak boleh memakainya secara sembarangan. Oke, sekian perkenalannya!” Taeyang mengeip dan melambai, lalu melompat turun dari meja.
Sandara menoleh pada Seungri, “Dia gila?”
Seungri menyeringai, “Aku suka bilang dia gila, tapi dia serius.” Lalu laki-laki dengan rambut gelap tersebut mengayunkan tangannya, membiarkan tanah masuk dari jendela. Ia memutar-mutar tangannya, dan tanah tersebut meliuk-liuk di depannya. “Ah tanahnya agak lembek karena berasal dari dasar lautan…”
“Seungri a…” Sandara menatap tanah tersebut dengan terpesona. “Apakah aku juga dapat melakukannya?”
“Tentu saja!” kata Seungri. “Selamat datang di gerbong Gi!”
Bersamaan dengan ucapan selamat datang Seungri, terdengar bunyi dari speaker lagi. Suara perempuan tadi terdengar lebih bersemangat kali ini. “Level dua!”
Kali ini tidak ada bunyi nyaring. Sandara menoleh, mewanti-wanti akan kedatangan makhluk kerdil menjijikkan seperti tadi. Namun, kali ini tidak ada makhluk kerdil. Kereta tiba-tiba saja tergoncang. Ada sulur-sulur yang menjalar dari luar, masuk ke dalam kereta. Sulur itu meraih sebuah meja, membelitnya, dan meremukkan granit tersebut menjadi serpihan.
Bersamaan dengan masuknya sulur tersebut, pintu gerbong membuka dengan otomatis.
“Wow! Level dua yang panas!” Seungri tidak takut. Ia maju dengan berani bersama teman-temannya, meninggalkan Sandara dengan gadis di sebelahnya ketakutan.
Semakin banyak sulur yang masuk. Benda itu menghancurkan apa saja, menusuk apa saja dengan ujungnya yang lancip.
“Kraken!” Yongbae berteriak. “Menyebar!”
Sandara menghindari sabetan sulur tersebut. Ia menggandeng gadis di sebelahnya dengan takut, dan mereka terus menerus berlari menghindar. Berbeda dengan ketujuh orang di tengah ruangan. Youngbae dan Seungri sedang asyik memainkan gundukan tanah untuk menahan gerak sulur tersebut, namun beberapa detik kemudian sulur tersebut berhasil melepaskan diri. Kelima orang lainnya berlari keluar dari gerbong, entah kemana.
Sandara menggertakkan gigi. Bagaimana caranya? Mengayunkan tangan? Gadis itu sudah melakukanya dan tidak ada tanah yang datang. Ia frustasi.
Bersama dengan gadis di sebelahnya, Sandara mengamati kagum pertarungan yang sedang terjadi. Ia tidak menemukan ketiga orang yang tidak termasuk dari kawan Seungri. Orang-orang baru. Tourist baru. Apakah mereka juga bersembunyi?
Detik berikutnya, ketika sedang asyik mengamati pertarungan, gadis itu menangkap pemandangan yang membuatnya menjerit keras. Kopernya yang masih tergeletak di salah satu tempat duduk, di tusuk oleh ujung sulur.
“Koperku!” Sandara melepaskan tangan gadis di sebelahnya, berlari ke arah koper hitamnya. Ia meloncati beberapa kursi yang remuk, mengambil salah satu batang kursi yang tidak menjadi cacahan. “Sialan! Sialan!”
Sandara sudah berada cukup dekat dengan sulur dan kopernya. Ia mendekat dan menyadari. Itu bukan hanya sulur, melainkan tentakel. Sandara menusuk tentakel berlendir tersebut dengan kepayahan. “Pergi! Dari! Koperku!” teriaknya penuh keamarahan. Kini ia mengerti apa yang dimaksud Seungri tadi.
Ia masih bergulat dengan tentakel itu, tidak menyadari sosok-sosok yang baru saja masuk ke dalam gerbong. Kemarahannya menggebu-gebu. Ia tidak bisa membayangkan baju atau sepatu di dalam  kopernya yang berlubang-lubang. Gadis itu bekerja susah payah untuk mendapatkan semua itu! Ia tidak akan membiarkannya dirusak oleh tentakel jelek ini.
Rupanya tentakel itu menyadari keberadaan Sandara. Kini ia tidak menyerang koper hitam milik Sandara. Ia mulai menggeliat menyerang. Sandara berkelit. Gadis itu tersenyum. Dulu kecil, jauh sebelum Sanghyun ada, ia sering berkelahi dengan tetangganya. Entah melempar barang atau tonjok menonjok, gadis itu telah membuat hampir segelintir anak seumuran di perumahannya babak belur. Karena itulah orang tua Sandara memutuskan melahirkan Sanghyun, agar Sandara ingat akan gendernya sendiri.
Sandara terus menusuk dan menusuk hingga akhirnya ia kewalahan. Tentakel tersebut terlalu kuat dan kokoh. Goresan kayu tersebut tidak melukai sedikitpun kulitnya. Sandara terengah-engah. Ia sudah lelah berkelit. Gadis itu terkesiap ketika tentakel bewarna coklat kayu tersebut bergerak untuk menamparnya. Gadis itu memejamkan mata. Ia benar-benar lelah.
Sudah berapa detik yang gadis itu gunakan dengan mewanti-wanti rasa sakit di wajah dan tubuhnya. Apakah mungkin ia juga akan diremukkan seperti benda-benda tadi? Sandara hanya memejamkan mata. Tiba-tiba tubuhnya ditarik, tangannya dibelit. Gadis itu menggigit bibir dengan takut.. Apa yang akan terjadi padanya?
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Tidak terjadi apa-apa. Sandara membuka mata. Tidak ada tentakel di depannya, melainkan sesosok manusia yang membelakangi Sandara. Sosok itu memegang erat pergelangan tangan Sandara, dan menarik-narik tubuh gadis tersebut. Sandara mengernyit. Siapa orang ini?
Sandara memperhatikan ketika tubuhnya digeser ke samping. Sosok itu adalah seorang laki-laki yang bertubuh cukup jangkung. Dari samping, wajahnya sangat tampan dan menarik. Walaupun bajunya dinodai lendir dan darah, wajah laki-laki itu sungguh mulus  dan indah. Rambut di puncak kepalanya bewarna merah terang. Berbeda dengan Youngbae dan Seungri, laki-laki tersebut tidak hanya memakai kaos biasa. Ia mengenaka pelindung hitam di depan dan belakang tubuhnya, serta bahunya.
Sandara memperhatikan laki-laki itu. Ia tidak sedang memainkan tanah di tangannya. Menggantikan gumpalan coklat itu, laki-laki itu menyemburkan api dari telapak tangannya dan membakar tentakel tersebut hinga baunya seperti cumi-cumi bakar. Sandara terpesona. Kelewat terpesona.
Setelah berhasil membuat tuan tentakel gosong, laki-laki berambut merah tersebut menoleh pada Sandara dan melepaskan tangannya. “Kau gila!” Hanya dua kata itu yang ia ucapkan. Ia mengangkat sudut-sudut bibirnya, tersenyum. Seharusnya Sandara sakit hati dibilang gila, tapi senyuman laki-laki itu membuat dua kata tersebut bagaikan pujian.
“Jiyong!” Yongbae berteriak. “Akhirnya! Kau membuatku menunggu!”
“Mian! Salah siapa gerbongmu jauh!” Laki-laki bernama Jiyong tersebut menghampiri Yongbae, berkumpul dengan Seungri dan segelintir orang yang tidak Sandara sadari kedatangannya.
Jadi itu laki-laki yang bernama Jiyong?
Kini Sandara hanya meringkuk di sudut ruangan, memperhatikan. Orang-orang di tengah ruangan sibuk mengayunkan tangannya, menyerang tentakel-tentakel lain. Tanah, air, api, batu, dan apapun itu melesat di mana-mana. Bagaikan tarian, orang-orang tersebut bekerja sama, berputar, memadatkan tentakel, menggosongkannya, memukulnya, apapun itu.
"TIDAK! TOLONG" Jeritan itu terdengar di tengah-tengah. Sandara mengangkat kepala untuk melihat. Di ujung ruangan, seorang laki-laki dibelit tentakel dan diangkat tinggi-tinggi hingga menyentuh langit-langit gerbong. Laki-laki itu salah satu dari tourist baru. Ia berusaha meninju dan melepaskan belitan, namun tak berhasil. Tanpa sadar Sandara menggigit bibir. Apa yang akan terjadi padanya? Akankah tentakel itu meremuknya seperti ia meremukkan meja tadi?
Tiba-tiba tentakel itu berhenti bergerak. Yongbaelah yang menghentikannya. Ia membalut pangkal-pangkal tentakel dengan tanahnya. Laki-laki itu tampak berkonsentrasi.
"Jiyong! Api!" teriak Yongbae.
"Akan mengenainya!" Jiyong berhenti di depan. Ia terengah-engah.
Yongbae memutar wajahnya ke arah laki-laki yang berdiri di belakang. Laki-laki itu lebih tinggi dibanding Yongbae, namun bagaimanapun kelihatan lebih muda.
"Air! Kau bisa melakukannya 'kan, Sehun?" tanya Yongbae. Peluh bercucuran di dahinya, seakan menahan tanah-tanah tersebut sebanding dengan menahan truk berjalan.
Laki-laki bernama Sehun mengangguk dengan patuh. Ia sedikit berlari ke sebelah Jiyong, mengangkat tangannya dengan sikap ancang-ancang. Jiyong menoleh padanya sekilas untuk memberi arahan.
"Cepatlah! Tanganku kesemutan!" Yongbae berteriak.
Tidak sampai hitungan ketiga, Jiyong memuntahkan lidah api sekali lagi ke arah tentakel yang membelit laki-laki di atasnya. Di sebelah, Sehun berkonsentrasi memindahkan air laut menutupi api Jiyong. Mereka melakukannya terus menerus hingga akhirnya tentakel itu menghitam, membiarkan mangsanya terjatuh di lantai gerbong.
Begitu terlepas dari belitan tentakel, tourist baru tersebut berlari ke sudut ruangan. Mungkin ia muntah, pikir Sandara. Gadis itu sendiri ingin muntah. Namun, mengingat hanya keripik kentang yang berada di lambungnya saat ini, ia mengurungkan niat tersebut.
Tidak terasa berapa lama waktu telah berjalan dalam pertarungan selanjutnya. Tak ada satupun dari mereka yang berhenti dan kelelahan menyerang tuan tentakel (Apa tadi namanya? Kraken? Sandara tidak ingat.) Perlahan-lahan, Kraken  bertentakel tersebut menarik dirinya. Satu persatu tentakel ditarik keluar gerbong, menuju laut yang membentang di luarnya. Mereka semua - termasuk Sandara - menghela napas lega.
“Yeah! Kraken tiruan yang nggak banget!” Seungri berseru. Peluh menetes dari dahinya yang ditutupi poni. Bajunya lengket oleh keringat dan tanah, serta bekas lendir.
Terdengar bunyi dari speaker sekali lagi. Suara seorang wanita bergema melaluinya, “Level 2 completed! 90 poin untuk masing-masing gerbong, 10 poin tambahan untuk pendatang baru di gerbong astrapi dan gi! Selamat!”
“Dan selamat datang di Kynigo Land!” Saut suara lain. Suara masinis Ha Donghoon yang antusias. “Nikmati tujuh hari kalian di pulau permainan nyata di sini! Semoga cukup beruntug! Sekali lagi Veni, vidi, vici!”
Kereta berhenti. Sandara menengok jendela yang terbuka. Tidak ada angin laut yang berhembus. Mereka telah sampai di pulau bernama Kynigo. Pulau games. Pulau yang menghantarkan Sandara berpetualang selama tujuh hari bersama orang-orang yang dapat melayang-layangkan benda. Ia mendesah. Apakah ini liburan yang ia harapkan?
Sanghyun, ini benar-benar liburan yang aneh! Undian apa yang membawaku ke sini? Entah.
Pesan terkirim.

____________________________________________________________
Here the first chapter! JEONGMAL MIANHAE untuk ceritanya yang super aneh dan tidak teratur. Maafkan juga typo yang nyempril di mana-mana. Hehe
Maaf jika gagal dan mengecewakan. Omong-omong banyak istilah dan nama di sini berasal dari google translate atau ungkapan, kebanyakan dari bahasa latin dan yunani. FYI, Kraken itu monster laut di legenda Yunani. Hehehe.
Sebenarnya, aku buat ff ini supaya bisa dibaca semua kalangan umur, jadi nggak terlalu banyak diksi dan banyak adegan sadis yang nggak jadi (korban nonton Silent Hill ._.) hehehe
Dan karena Lost masih binggung gimana ngelanjutinnya, akhirnnya aku menuangkan ide ini ^^. Pairingnya tetep Daragon karena mereka Couple yang kucintai sepanjang masa. Tapi bukan berarti nggak ada couple lain~ Cast lain akan muncul di next chapter!
Finally, mohon review ya! Aku masih penulis amatir dan butuh butuh butuh orang untuk mengomentari. But no bash please! ^^

0 komenz: