Judul:
The Games Land - Part.1 (Kynigo Train)
Cast(s):
~Sandara
Park
~Kwon
Jiyong
~Dong
Yongbae
~Lee
Seunghyun as Lee Seungri
Supporting
Cast(s):
-Park
Sanghyun/ Thunder MBLAQ
-Yang
Yoseob
-Do
Kyungsoo
-Lee
Jieun
-Im
Yoona
-Jung
Soojung
-Oh
Sehun
-Lee
Donghae
-and
other. Find the other cast in the next chapter!
Genre: Adventure, Fantasy, Mystery, Science Fiction, Friendship, Romance
Length:
Chaptered
Disclaimer:
Human and thing belong to God. I only own the plot. Terinspirasi dari banyak
novel (Harry Potter, Percy Jackson, Divergent, Hunger Games) dan komik
(Doraemon dan Conan.Happy reading ^0^
a/n: I
only posted this fanfict here and at Indofanfictkpop
Summary: Berapa
kali sudah kau mencoba permainan di playstation, komputer, dan NDSmu? Mungkin
kau sudah lihai memainkan semua permainan di dalamnya. Kau tahu tokoh mana yang
bagus dan jurus mana yang harus dipakai. Kalau kau kalah - game over - kau
tinggal menekan tombol retry, atau play again. Bagaimana jika games itu nyata?
Bagaimana jika kau yang menjadi tokoh utama dalam games dengan berbagai macam
jurus dan kekuatan?
.
.
.
.
Sandara
menemukan amplop itu tepat di depan teras rumahnya. Amplop bewarna perkamen dengan
tempelan mawar melekatkan ujungnya. Gadis itu mengernyit. Ia membukanya dengan
penasaran. Di dalamnya, ia menemukan secarik kertas.
_______________________________________________________
Dear, Ms. Park
Sandara
Selamat!
Anda
telah terpilih menjadi salah satu peserta Tour Kynigo Land!
Berikut tempat dan
waktu berkumpul:
tempat: Stasiun
Kereta Seoul
kereta: Kynigo Train
gerbong: 7 Gi
tanggal: xx Januari 2013
waktu:
07.00 a.m
Peserta Tour
diperkenankan membawa hanya satu buah tas dan baju secukupnya. Dilarang keras
membawa minuman keras dan senjata tajam. Berikut surat ini dikirim beserta
lampiran karcis kereta. Mohon membawa karcis! Demikian surat ini kami
sampaikan. Sampai jumpa dan semoga cukup beruntung!
Regard,
Kynigo Trip
*nb: Kynigo
Train dapat ditemukan di peron 10
_______________________________________________________
Sandara membaca
sekali lagi surat itu dengan teliti. Jari telunjuknya ikut menyusuri tiap kata
demi kata agar memastikan apa yang dibacanya benar. Ia mengerjap. Cepat-cepat
gadis itu mencari lampiran yang dimaksud di dalam amplop. Benar saja, ada
kertas berukuran lebih kecil terselip di dalamnya. Karcis kereta.
“UWO!!” Ia
berseru, segera masuk ke dalam rumah sambil melompat senang. “Sanghyun aaa!
Dengar! Aku menang undian tour!”
***
Walaupun
Sandara bersama Sanghyun berusaha untuk datang lebih awal, rupanya stasiun
kereta Seoul tetap saja ramai. Berbondong-bondong orang menunggu di kereta
masing-masing, membawa tas, koper, dan lainnya. Sandara Park harus menyelip
berkali-kali di antara orang-orang untuk mencari keretanya. Ia berhenti di
salah satu pilar untuk mengamati karcisnya. Ia sudah di peron 10, namun gadis
itu masih juga tidak menemukan keretanya.
“Nuna yakin di
peron 10?” tanya Sanghyun yang baru saja keluar dari gerombolan manusia sambil
menggeret koper Sandara. Ia menggeser tubuh mendekat ke arah kakak
perempuannya, ikut melihat karcis yang dipegang Sandara Park.
“Iya, di surat
dan karcis ditulis begitu,” omel Sandara. Gadis itu mengangkat wajah
menoleh-noleh. Di kedua sisinya, ada dua kereta yang sedang duduk manis di atas
rel. Yang satu bewarna coklat tua, yang satu bewarna hijau lumut. Papan
petunjuk yang tergantung di atas berkelip mengukir nama kedua kereta tersebut.
“Ah,” Sanghyun
melirik kakaknya yang gelisah. Laki-laki itu bersandar di pilar dengan tenang,
membiarkan koper Sandara juga menyandar di sebelah. Tangannya dimasukkan ke
dalam saku. “Jangan-jangan kau ditipu?”
Sandara
mengerling pada dongsaengnya. Ia merengut. “Tidak mungkin!”.
“Kenapa kau
begitu yakin, nuna?” Sanghyun mengangkat bahu.
“Pokoknya aku
yakin!” tukas Sandara. Ia meneruskan langkahnya, terus menyusuri sepanjang
stasiun sambil menengok-nengok. Sanghyun mengikuti dengan sabar di belakangnya.
“Kynigo..
Kynigo… Namanya seperti bahasa jepang… Apa mungkin ditulis dalam huruf
katakana, hiragana, kanji?” Sandara bergumam pada dirinya sendiri. Kini kereta
bewarna hitam di sebelah kanannya telah melaju. Peluit nyaringnya memekakkan
telinga.
Sandara Park
mengamati arlojinya. Sudah setengah jam. Ia tetap tak menemukan kereta yang
dimaksud. Gadis itu duduk di salah satu bangku, terus mengamati sekitarnya
dengan frustasi. Sanghyun ikut duduk di sebelahnya, meletakkan koper kulit
Sandara di sebelah bangku.
“Lagian…
Memangnya itu undian apa?” Sanghyun bertanya
“Oh entahlah,
Sanghyun,” Sandara menggigit bibirnya, masih menoleh-noleh, tidak memperhatikan
adik laki-lakinya. “Kau tahu ‘kan, aku suka ikut undian. Mungkin undian dari
supermarket, mall, atau undian di jalan yang kapan hari aku daftar.”
“Kau mungkin
ditipu, nuna!” Sanghyun menyuarakan kemungkinannya sekali lagi. Laki-laki itu
menyilangkan tangan di tubuhnya. Ia memperhatikan kakak perempuannya yang
sedang panik dan tersenyum kecil.
“Tidak
mungkin!” Sandara menoleh pada adiknya. Ia cemberut melihat senyuman kecil sang
adik. “Daripada kau tersenyum tidak penting, lebih baik bantu aku mencari
keretanya!”
“Ya ya…” Namun
Sanghyun malah menguap dan menyandarkan kepalanya ke punggung bangku. Ia
mengamati benda-benda di stasiun yang menarik perhatiannya. Tiang-tiang
penyangga, beton-beton yang disusun rapi, gentingnya yang tinggi.
Sandara menoleh
pada adiknya sekali lagi dan mendesis. Ah terseralah, pikirnya. Gadis itu
beranjak dari tempat duduknya. Berputar-putar hingga kepalanya sendiri pening.
Ia mengeluarkan suratnya lagi dari amplop, membaca sekali lagi note yang
ditulis di bawah surat.
Kynigo Train
dapat ditemukan di peron 10.
Ditemukan.
Bukan berada.
Gadis itu
mengernyit. Ia merasa ada yang salah. Sekali lagi Sandara melihat berkeliling.
Kini kereta hijau di sisi yang lain juga telah melaju, meninggalkan stasiun
hanya dengan rel-relnya juga kios-kios di tepi stasiun. Gadis itu memutar tubuh
sekali lagi.
Lalu ia
melihatnya.
Kereta itu
berada di jalur rel yang lain. Warnanya merah tua dengan strip perak yang
berkilauan. Dibanding kereta biasa, kereta itu lebih pendek, namun – Sandara
menelan ludah – sangat mewah. Cerobongnya yang hitam legam mengeluarkan asap
yang mengebul. Apakah itu keretanya? Seharusnya ia tidak seyakin itu. Namun
ketika melangkah beberapa kali, ia dapat melihat tulisan yang diukir di badan
kereta.
KYNIGO.
Tulisan itu
diukir dengan perak.
Sandara segera
berlari kembali ke bangku. “Sanghyun! Cepatlah! Keretanya ada di sana! Aku
menemukannya!”
Sanghyun tidak
menghiraukan kata ‘cepatlah’ yang dilontarkan kakaknya. Ia memutar tubuh
perlahan. Kedua manik hitamnya menangkap kereta yang dimaksud Sandara di lajur
kereta yang lain. Laki-laki itu mengernyit. Kereta itu tidak seperti kereta
tour. Lebih mirip kereta yang mengantarkan presiden keliling Korea.
“Kau yakin,
nuna? Jangan terlalu-“
“OH, ayolah!
Lihat tulisan di badan kereta!” Sandara mengomel.
Sanghyun
menurut. Benar. Ada tulisan Kynigo terukir di sana. Laki-laki itu mengamati
beberapa kali, kemudian bangkit berdiri dengan malas, menggeret koper Sandara.
“Ayo!”
“Yuhuy!”
Sandara menyentakkan kaki dengan senang. Bagaimana tidak senang? Sudah berapa
kali ia mengikuti undian untuk mendapatkan liburan gratis? Sudah hampir sepuluh
tahun semenjak ia berlibur. Gadis itu benar-benar mengharapkan sedikit saja
trip ke manapun, asalkan tidak terus berada di kota Seoul yang selalu sibuk.
Dan kini, gadis
itu bahkan berlibur dengan kereta yang luar biasa mewah! Akhirnya Tuhan
menjawab doanya!
Sandara sedikit
berlari kecil menyebrangi rel kereta menuju tempat pemberhentian Kynigo Train.
Semakin ia mendekati kereta tersebut, semakin gadis itu mengagumi rangkaian
kereta yang sangat menawan.
Dari dekat,
kereta itu bewarna lebih merah – merah maroon. Di setiap ujungnya ada setrip
perak yang bagaikan taburan perak asli, berkeli-kelip indah. Ia menghitung. Ada
tujuh gerbong di kereta tersebut. Di masing pintu gerbong di jaga oleh seorang
wanita dan seorang laki-laki dengan seragam hitam lengkap. Mereka memeriksa
setiap karcis penumpang.
Sandara
mendekati salah satu gerbong yang sepi, lalu menyerahkan tiketnya pada wanita
penjaga. Wanita itu sangat cantik. Rambutnya hitam legam disanggul ke belakang.
Bibirnya kecil dan manik matanya seperti boneka. Senyuman wanita itu
bahkan lebih imut daripad boneka Sandara di rumah. Di belakang, Sanghyunpun
mengangga dan terpesona melihat wanita penjaga gerbong tersebut.
Selagi
karcisnya diperiksa, Sandara mengamati laki-laki di sebelah wanita penjaga.
Laki-laki itu bertubuh jangkung dan kekar. Sangat kontras dengan sang wanita yang
seperti boneka barbie, laki-laki itu seperti boneka monster. Kekar dan
menakutkan. Matanya menatap kedepan dengan siaga. Wajahnya kaku dan tanpa
ekspresi. Cepat-cepat Sandara memalingkan wajah. Rupanya karcisnya sudah
selesai di periksa.
“Gerbong Gi ya?”
Wanita itu membaca sekali lagi. “Keretanya benar di sini, tapi gerbongnya di
sebelah sana.” Wanita itu menunjukkan gerbong paling belakang. “Gerbong
ketujuh.”
“Oh,” Sandara
mengangguk. “Gamsa.” Ia membungkukkan tubuh dan meninggalkan gerbong tersebut.
Sang wanita tersenyum, namun laki-laki di sebelahnya masih tidak mengalihkan
pandangannya.
Bersama
Sanghyun, Sandara berjalan melewati beberapa pintu gerbong menuju gerbongnya.
Gerbong ketujuh. Gerbong Gi. Kali ini Sandara harus berbaris karena ada seorang
pemuda yang sedang memeriksakan karcisnya di gerbong Gi.
Selagi menunggu
barisan, Sandara mengamati kedua penjaga. Sama seperti gerbong sebelumnya,
gerbong Gi dijaga oleh seorang wanita dan laki-laki. Sang wanita sedang
memeriksa karcis pemuda tersebut. Wanita itu sama cantiknya dengan wanita di
gerbong tadi. Jika bukan karena pipinya yang lebih cekung, Sandara akan mengira
kedua wanita penjaga itu kembar. Sandara mengerling pada laki-laki di samping
penjaga. Sama. Sama besar dan mengerikan. Gadis itu bergidik ngeri.
“Benar, ini
gerbongmu. Silakan masuk! Pilih tempat sendiri!” Wanita itu tersenyum. Ia
menggeser tubuhnya ke samping, diikuti laki-laki penjaga yang bertubuh kekar.
Pemuda di
depannya, yang berambut hitam berantakan dengan hanya berbekal ransel bewarna
ungu tua, naik ke kereta dengan santai. Setelah pemuda itu menghilang, kedua
penjaga menggeser tubuh kembali ke posisi semula.
Sandara maju
selangkah, menyerahkan karcisnya. Tidak perlu waktu lama bagi wanita penjaga
untuk memeriksa karcis Sandara. Begitu selesai membaca, ia mengangguk dan
mempersilakan Sandara masuk. Sama seperti sebelumnya, kedua penjaga itu
menggeser tubuh seperti layaknya pintu.
Sandara
berbalik pada Sanghyun. “Aku akan menelponmu saat sudah sampai di sana.
Membelikan beberapa oleh-oleh kalau ingat.”
Sanghyun
mendegus. Ia mengangguk seraya mendorong kopernya ke arah Sandara. “Selamat
berlibur.”
“Annyeong!!”
Sandara berpamitan dengan girang.
Ia menaiki
kereta tanpa menunggu balasan dari Sanghyun. Memasuki gerbongnya yang berpintu
kaca.
Sekali lagi,
Sandara dibuat mengangga. Di dalam gerbong adalah ruangan persegi panjang yang
didominasi warna emas. Bingkai jendela di masing-masing sisi ruangan dihiasi
gorden merah maroon. Desain Interiornya pasti memakan jutaan – atau bahkan
milyaran won. Ia masuk ke dalamnya, menginjakkan sneakernya di karpet bewarna
coklat tua.
Ada dua baris
kursi di masing-masing sisi ruangan dengan meja granit di depan masing-masing
kursi. Lalu di tengah ruangan, ada meja bulat yang dikelilingi oleh
pemuda-pemudi. Mereka duduk dengan santai sambil terbahak-bahak di kursi
berpunggung yang disusun melingkar tersebut.
Sandara memilih
duduk di salah satu kursi di sudut, lalu memperhatikan penumpang yang telah
berkumpul. Duduk di meja bulat berjumlah tujuh orang. Empat orang laki-laki dan
tiga orang perempuan. Pemuda yang berbaris di depan Sandara tadi juga menjadi
salah satu dari mereka. Sepertinya ketujuh orang tersebut saling mengenal.
Mereka bercanda gurau dan bahkan berteriak-teriak.
Selain ketujuh
orang tersebut, ada lima orang termasuk Sandara yang duduk sendiri-sendiri di
kursi-kursi ujung. Sandara mengernyit. Apakah semua orang di sini benar-benar
menang undian?
Sandara
mengangkat bahu. Ah, buat apa dipikirkan?
Gadis itu
mengeluarkan earphone dari saku jeansnya dan menempelkan benda putih itu di
telinga. Gadis itu menggoyangkan kepala mengikuti irama yang mengalun, tidak
peduli lagi tentang apapun. Yang penting ia liburan! Yeah!
Baru dua lagu
mengalun di telinganya, ia mendengar sebuah suara lain yang jauh lebih keras.
Gadis itu melepas earphone di telinga kanannya. Rupanya itu suara pemberitahuan
dari masinis.
“Selamat datang
di Kynigo Train! Saya, Ha Donghoon, selaku masinis kereta ini menyambut seluruh
peserta Tour Kynigo yang terpilih! Sebentar lagi, kereta ini akan melaju menuju
Kynigo Land. Etimasi waktu dua belas jam. Selamat menikmati! Semoga cukup
beruntung! Veni, vidi, vici!”
Sandara
mengernyit bingung, bukan karena kata-kata aneh yang diucapkan sang masinis.
Dia tak begitu peduli apa yang dikatakannya selain dua belas jam. Dua belas
jam? Serius? Memangnya mereka mau kemana? Gadis itu menatap arlojinya. Tepat
ketika jarum jam pendek di angka tujuh, jarum jam menit di angka dua belas, dan
detiknya berada di angka dua belas, Kynigo train meniup peluitnya yang panjang
dan melaju. Sandara mengamati dari jendela sebelah yang gordennya ia singkap.
Bayangan stasiun menghilang pelan-pelan. Namun ketika kereta telah berada di
luar stasiun, sang masinis menambah kecepatannya. Kini Sandara mengamati
pemandangan alam hijau yang amat sangat kabur.
Dua belas jam
dengan kecepatan seperti ini? Yang benar saja! Cepat-cepat gadis itu
membenarkan gorden merah yang telah ia singkap agar menutupi kaca jendela yang
dibingkai putih tersebut. Ia tidak ingin muntah.
Gadis itu
melanjutkan lagunya di earphone sambil menimbang-nimbang apa yang harus
dilakukannya selama dua belas jam. Tidur? Nyemil? Tidak mungkin ia mendengar
lagu terus selama dua belas jam. Batterai Ipodnya akan habis tak berbekas.
Satu jam
perjalanan ia lalui dengan hanya mendengarkan lagu. Gadis itu mengernyit dan
menoleh ke sana ke mari. Tidak ada pengantar makanan ‘kah? Ia lapar, hah! Pukul
berapa tadi pagi ia makan? Sandara tidak ingat. Gadis itu terlalu bersemangat
tadi pagi.
Akhirnya ia
memutuskan membuka ponselnya dan mengirim sebuah pesan singkat pada adiknya.
Sanghyun aaa~
Perjalanannya jauh. Aku bosan.
pesan terkirim
Sandara
mengetukkan ponselnya di meja. Jawaban Sanghyun datang lebih cepat daripada
yang ia kira. Ponselnya berkedip menandakan ada pesan masuk. Sandara membuka
dan membaca pesan balasannya.
Nuna, ini baru
satu jam.
Hanya itu
jawabannya. Sandara memberengut. Tidak ada hiburan apapun yang ia harapkan
diterima dari adik laki-lakinya. Gadis itu mengembalikan ponselnya di saku
jeans. Perutnya bergemuruh sekali lagi.
Gadis itu
melirik pada kelompok tujuh orang di meja bundar. Mereka masih bergurau dan
tertawa. Namun bukan itu yang menarik perhatian Sandara, melainkan Potato Chips
yang tergeletak di atas meja. Perutnya segera bergemuruh begitu membayangkan
lapisan kentang yang digoreng dan dibumbui, lalu jemarinya yang akan dibekasi
sisa bumbu. Gadis itu mengemut telunjuknya. Sial! Mengapa ia selapar ini?
Sandara sendiri tak sadar telah menatap Potato Chips itu terlalu lama hingga
salah satu dari mereka menoleh padanya. Ia adalah pemuda berambut hitam yang
berbaris di depan Sandara tadi. Sandara segera memalingkan wajah.
Sekali lagi
Sandara menatap kosong pada pemandangan belakang kursi di depannya sambil
menganguk-anggukkan kepala mengikuti irama lagu. Kali ini ditemani suara
gemuruh dalam perutnya. Ia masih sibuk mendengarkan lagu hingga tak menyadari
sosok yang sedang berjalan ke arahnya.
“Boleh aku
duduk di sini?” Sandara terlonjak. Ia menoleh dan mendapati pemuda berambut
hitam dari kelompok meja bundar telah berdiri di sebelah kursinya. Dari
dekat, laki-laki itu sangat imut dan kelihatan baik. Sandara mengangguk,
menggeser kopernya dan membiarkan laki-laki itu duduk di sampingnya. Namun
selama laki-laki itu duduk, Sandara hanya memperhatikan benda yang dipegang
sang laki-laki. Sekantung Potato Chips. “Kau lapar ya?”
“Apa?” Sandara
mengangkat wajah dengan panik. Ia mengerjap. “Tidak… Aku…”
Laki-laki itu
menyodorkan bungkus Potato Chipsnya. “Ambillah. Kita punya banyak persediaan
makanan ringan.”
Sandara hendak
menolak, namun suara perutnya berkata lain. Ia mengambil salah satu potongan
kentang goreng itu dan memasukkan ke dalam mulutnya. Rasanya seperti surga
dengan bumbu barbeque!
“Namaku Lee
Seungri – kemenangan, kau?” Laki-laki itu tersenyum. Memamerkan sederet giginya
yang putih rapi.
“Sandara Park,”
jawab Sandara gugup sambil mengangguk.
“Sand... dara?”
Seungri menaikkan alis. Sandara mengangguk, lalu laki-laki itu tertawa geli.
“Benar-benar, deh. Lucu.”
“Namaku lucu?”
tanya Sandara binggung. Memang bagi orang Korea, namanya cukup unik. Tapi lucu?
“Tidak.. tidak
begitu. Hanya saja…” tukas Seungri. Ia sedang mempertimbangkan sesuatu.
“Siapa yang memberikanmu nama?”
Sandara
mengangkat alis bingung. “Ommaku. Kata omma, Sandara berarti kupu-kupu. Memang
aneh untuk orang Korea. Apakah begitu lucu?”
“Ehm… Tidak
begitu juga, sih,” Seungri meringis. Ia menyilangkan tangannya. “Kalau dipikir,
masih lucu ekspresimu, kau tahu, saat tadi menatap Potato Chips di meja.”
Sandara merona.
Apakah tatapan rakusnya begitu kentara? Ia menggertakkan gigi dan memarahi
perutnya. Kenapa perutnya selalu lapar disaat yang tidak perlu sih?
“Pertama kali
ya ikut tour ini?” Seungri bertanya. Sandara mengangguk lagi, ia masih terlalu
malu untuk berucap. “Aku sudah lumayan sering. Mereka juga,” Seungri menunjuk
teman-temannya di meja bundar. Tidak heran. “Kami penasaran, apa temanya kali
ini? Semoga seru!”
“Tema?” Sandara
mengernyit.
“Ups!” Seungri
menggigit bibir. “Aku benar-benar tidak bisa menjaga rahasia. Lupakan.” Seungri
melambaikan tangannya. “Omong-omong, kau yakin membawa itu?”
“Itu?” Sandara
mengernyit. Sekarang ia merasa bodoh. Ia terus menerus bertanya tanpa mengerti
apa-apa. Seungri mengedikkan dagunya pada koper. “Memangnya kenapa?”
“Kau tidak akan
leluasa membawa koper ke mana-mana di sana.” Seungri mengangkat bahu. “Dulu aku
juga membawa, akhirnya aku membuang semuanya. Tapi kalau kau butuh titipan, kau
boleh menitipkannya padaku.”
Sandara hanya
mengangguk. Ia tidak mengerti. Mengapa tidak leluasa? Apakah ia harus membawa
kopernya ke mana-mana? Dan.. membuang semuanya? Oh tentu saja Sandara tidak
akan melakukannya. Di dalam benda persegi yang tergeletak manis dibawah kaki
gadis itu, ada setumpuk baju dan sepatu koleksi yang sangat ia sayangi.
“Jadi, kalian
semua sudah akrab ya?” Sandara bertanya.
“Apa?” Seungri
mengernyit lalu akhirnya mengerti. “Oh ya! Kami bertujuh selalu bersama saat
tour! Ya, memang pasti bersama! Tapi jangan minder! Kau di sini berarti kau
juga bagian dari kami!”
Sandara
tersenyum. Padahal mereka hanya satu gerbong, tapi Seungri seperti berkata
bahwa mereka adalah satu keluarga. Ia benar-benar laki-laki yang manis. Sandara
teringat Sanghyun. Adiknya memang manis dan sangat penurut – contohnya ia mau
membawa koper Sandara pagi ini. Ia tidak keberatan menambah Seungri sebagai
adiknya.
“Seungri yaa-“
panggil salah satu laki-laki dari meja bundar. Sandara ikut menoleh. Suara itu
berasal dari laki-laki bertubuh kekar dengan rambut hitam yang ditata
berdiri-berdiri. Ia tersenyum, membiarkan kedua matanya yang sipit menghilang.
“Jangan menggoda cewek dong!”
Lalu gerombolan
bertujuh itu tertawa.
“Diamlah,
hyeong!” Seungri mengomel. Ia berbalik melihat Sandara. “Jangan dipikirkan.
Mereka sedang tidak ada korban untuk diejek.”
Sandara
tersenyum. “Kau suka menggoda cewek?”
“Hah?” Seungri
menelan ludahnya. Ia tampak kikuk. “Ya – eh tidak juga sih, pernah sebenarnya,
tapi juga tidak sering. Ah… Jangan dengarkan Yongbae Hyeong… Ia selalu begitu.”
“Yongbae?”
Sandara mengernyit. Jadi itu nama laki-laki dengan rambut berdiri-berdiri tadi.
Yongbae.
“Benar, dia
Yongbae,” Lalu Seungri menggeser tubuhnya sedikit. Ia menunjuk dengan edikan
kepalanya. “Lihat, di sebelah Yongbae – yang berambut pirang – adalah Yoseob,
di sebelahnya yang lain adalah Kyungsoo, di samping Kyungsoo adalah Soojung dan
Yoona – mereka tidak kembar omong-omong – lalu di sebelah Yoseob adalah Jieun.
” Seungri menoleh pada Sandara yang melongo, “Eh, kau tak perlu menghafalnya.”
Sandara
mengangguk mengerti. Semua nama itu terasa asing dan aneh, masuk begitu
saja ke dalam otaknya, dan keluar bagai hembusan nafas melalui hidungnya.
Siapa tadi? Entahlah. Sandara hanya mengingat nama Yongbae. Dia tidak pernah
suka menghafal, apalagi menghafal nama. Itu cukup menjelaskan bagaimana nilai
matematikanya lebih tinggi dari nilai sejarahnya.
“Bagaimana
dengan yang lain? Yang bukan di meja – maksudku yang tidak bersama kalian?”
Sandara bertanya penasaran.
Seungri
mengangkat bahu, “Sama sepertimu, mereka baru.”
Sandara
mengangguk. “Dan apakah ada semacam peraturan seperti kelompok tour? Satu
gerbong harus terus bersama?” Sandara bertanya bingung. Tadi Seungri mengatakan
bahwa berada di satu gerbong, berarti ia sudah menjadi bagian dari mereka.
Sandara penasaran apa yang dimaksudkan laki-laki bermarga Lee tersebut.
“Ehm..
Kebanyakan bersama, kecuali Youngbae sih. Dia kadang bersama kita, kadang juga
dengan soulmatenya,” Seungri mengangkat bahu. “Laki-laki bernama Jiyong dari
gerbong fotia. Kau akan bertemu dengannya, ia terkenal di sini!”
Selama beberapa
jam selanjutnya, Sandara dan Seungri berbincang-bincang. Mereka membicarakan
banyak hal, dan karena Seungri adalah tipe orang yang suka ngomong,, ia
selalu memiliki topik pembicaraan. Namun beberapa jam kemudian Sandara mulai
mengantuk. Raungan kereta yang melaju cepat membuat kepalanya sedikit pening.
Akhirnya gadis berambut coklat tua itu ijin mengistirahatkan dirinya. Ia
tertidur di atas meja granit yang dingin.
Lalu bangun
karena mendengar bunyi berkeriut-keriut yang tidak enak di dengar. Sandara
Park menegakkan tubuhnya, menoleh-noleh. Kumpulan tujuh orang itu masih
asyik berceloteh. Seungri telah kembali bersama mereka, duduk di sebelah
Yongbae, dan kelihatannya sedang melontarkan lelucon.
Sandara
mengerling ke jendela dengan mata setengah terpejam. Ia menyibak gorden itu
sebentar. Rupanya bunyi tidak enak tadi berasal dari ranting-ranting pohon
menggesek kaca. Pantas. Gadis itu menggeleng, baru saja akan tertidur lagi,
namun disela bunyi lain.
Kali ini bunyi
itu berasal dari speaker pengumuman. Sandara menegakkan tubuhnya sembari
menatap arlojinya. Apakah mereka sudah akan sampai? Tapi ini belum dua
belas jam.
“Para peserta
Tour. Inilah saat-saat yang kalian tunggu. Sebentar lagi kami akan memasuki rel
di atas laut,” Di atas laut? Sandara membelalak . “Dan bersamaan dengan bunyi
bel, level satu dimulai!”
Level satu? Apa
yang dimaksud sang masinis?
Teettttttttttttt
Bunyi bel
panjang nyarin itu memekakakkan telinga, membuat Sandara sadar seluruhnya.
Gadis itu
menoleh-noleh. Melihat ke arah masing-masing penumpang baru. Dua perempuan dan
dua laki-laki. Mereka juga tampaknya baru saja bangun dari tidur mereka.
Berbeda dengan
kumpulan tujuh orang di meja bundar. Mereka telah meringkas habis seluruh makanan
ringan dan apapun yang berada di mejanya. Menutup rapi tas ransel dan
meletakkannya di bahu. Ketujuhnya bangkit berdiri dengan wajah antusias.
Seungri melonjak girang. Youngbae mengangguk-angguk seperti sedang menikmati
lagu. Apa sih yang sedang mereka lakukan?
Kereta mulai
melintasi kawasan laut. Sandara tahu. Ia mendengar deburan lembut air yang
menghantam ombak di luar. Derasnya arus air yang berpusar-pusar di bawahnya.
Gadis itu menjengit. Salah satu alasan ia tidak menyukai wisata langit dan laut
adalah karena ia tahu di bawahnya ada air. Ia selalu bergidik membayangkan
tubuhnya terjun bebas ke dalam air, lalu ditelan oleh pusaran kuat menuju perut
bumi.
Tapi tidak
terjadi apa-apa. Apa yang dimaksud masinis dengan level satu? Gadis itu tidak
mengerti.
“Tapi ini agak
curang! Ini sih menguntungkan gerbongnya Donghae hyeong!” seru salah satu dari
keempat laki-laki yang berambut hitam. Siapa tadi namanya? Kyungsoo? Sandara
mengangkat bahu. Sejenis itulah.
“Tidak juga!”
Youngbae melemparkan senyum pada laki-laki tersebut. “Ingatlah apa yang berada
di dasar laut!”
Di dasar laut?
Apa yang berada di dasar laut? Ikan Makarel? Cumi-cumi? Oh tidak, rupanya perut
Sandara berkompromi lagi. Ia berusaha berpikir logis. Apa yang ada di dasar
laut? Seingat gadis itu, paus adalah makhluk yang paling sering menghabiskan
waktu di dasar laut. Tapi… paus?
Tiba-tiba
terdengar bunyi alarm yang sangat nyaring. Bersiul-siul di sela deburan ombak
di bawah kereta. Sandara mengejang. Apa yang sedang terjadi? Ia memegang lengan
tempat duduknya dengan erat. Hatinya merosot. Apakah kereta ini akan jatuh di
air atau apa? Pikirannya becampur aduk dengan ketakutan membumbuinya.
Begitu bunyi
alarm berhenti, perlahan-lahan setiap jendela yang tergantung di kedua sisi
gerbong membuka diri mereka. Angin sejuk lautan berhembus masuk. Sandara
menggeser tubuhnya agar menjauhi jendela. Ia tidak menyukai kibaran gorden yang
terus menerus menamparnya serta bau menjijikkan yang dibawa angin masuk ke
dalam gerbong
Gadis itu masih
membenarkan posisi duduknya, bahkan ia tak menyadari sosok-sosok kecil yang
baru saja melesat masuk dari jendelanya.
Buk buk buk
Gadis itu
menoleh. Mulutnya mengangga. Di sampingnya, tempat yang tadi berdominasi emas
merah telah berubah. Banyak hijau lendir di mana-mana. Sandara Park masih
melongo. Ia mengamati Seungri yang berdiri di atas kursi, menginjak sesuatu di
bawahnya. Bukan sesuatu, itu monster.
Makhluk itu
sangat kecil. Lebih kecil dari kaki-kaki kursi, lebih besar daripada serangga.
Warnanya coklat, bundar, matanya belo, dan tubuhnya di penuhi lubang Di bagaian
belakang tubuhnya adalah duri-duri lancip yang jauh lebih tidak menyenangkan
dibanding duri landak. Kaki dan tangannya berselaput. Setelah Seungri
menginjaknya, makhluk itu mengempis dan mengeluarkan cairan hijau dari
tubuhnya. Sandara menjengit. Menjijikkan. Selera makan Sandara langsung
memudar.
Ia masih serius
menonton pertandingan antara manusia dengan makhluk itu di tengah ruangan,
tidak menyadari ada yang mengintip di balik kakinya. Ketika tangan berselaput
itu menyentuh tungkainya, ia menjerit keras, mengangkat kakinya ke bangku.
Wajahnya tampak was-was. Apa yang harus ia lakukan? Menginjak bukan opsi yang
ia sukai.
Sandara Park
mengangkat kakinya, melepas sneaker yang amat dicintainya, lalu
menjatuhkan benda bewarna biru tersebut ke arah monster di bawah mejanya. Sama
seperti yang dilihatnya tadi, monster itu mengempis dan mengeluarkan cairan
hijau. Cepat-cepat Sandara mengambil kembali sneakernya, tidak ingin benda itu
dinodai lebih lagi oleh cairan hijau bau itu.
Sandara bangkit
berdiri. Ia menggeret kopernya menjauh, takut benda tersebut juga
terkontaminasi oleh lendir makhluk kerdil tersebut. Ia sudah mengempiskan
beberapa makhluk yang berada satu meter darinya. Gadis itu mengancungkan
sepatunya ke manapun dengan waspada.
“Tidak!!!”
Sandara menoleh mendengar jeritan tersebut. Sebuah jeritan yang berasal dari
gadis yang duduk tepat di belakang kursinya. Monster kerdil tersebut berhasil
menaiki tubuh sang gadis dan bertengger di pundaknya. Sandara Park segera
menghampiri gadis itu.
“Maaf, tutup
matamu!” Sandara menamparkan sneakernya, membiarkan makhluk itu mengempis di
bahu sang gadis. Lendir hijaunya menodai rambut hitam panjang gadis tersebut.
“Menjijikkan!”
Seru gadis itu sambil mengerjapkan matanya. “Makhluk apa ini?”
“Entahlah!
Memang menjijikkan! Lepas sepatumu, kita harus mengempiskan mereka!” perintah
Sandara.
Gadis itu
menurut. Ia melepas sepatu tingginya. “Omong-omong, gamsa!”
Sandara
mengangguk. Bersama dengan gadis itu, Sandara melempari beberapa makhluk dengan
sepatunya. Terkadang menampar jika makhluk itu sudah berdiri di atas meja.
Jumlahnya
semakin lama semakin dikit… dan habis. Sandara dan sang gadis terengah-engah.
Mereka mengangkat sepatu sambil melihat waspada ke seklilingnya. Sandara berusaha
menunduk, melihat melalui sela-sela meja jika ada makhluk yang bersembunyi.
“Well Done!
Well Done!” seru sebuah suara. Sandara menegakkan diri. Suara tersebut berasal
dari speaker pengumuman. Bedanya suara itu bukanlah suara sang masinis,
melainkan suara seorang wanita. “Level 1 completed! 70 poin untuk gerbong Gi,
dan 20 poin tambahan atas keikutsertaan 2 tourist baru! Selamat!”
Sandara Park
melongo. Apa? 70 poin? 20 poin? Apa yang ia katakan?
Gadis itu
menoleh ke tengah ruangan dimana Seungri dan kawan-kawannya saling berhigh
five. Seungri berlari ke arah Sandara dan menepuk pundak gadis itu.
“Kerja bagus! Kerja bagus!”
Sandara masih
tidak mengerti. Ia hanya mengangguk, lalu mengamati Yongbae yang kini naik ke
atas meja.Yongbae tersenyum. DI bajunya, bekas lendir hijau menempel di
mana-mana, namun ia tidak terlihat marah atau apa. Malahan ia tampak lebih
bersemangat.
“Baiklah
semuanya! Attention please! Aku tidak akan mengumumkannya secara formal, oke?
Aku benci formal,” Ia mengangkat bahu, memutar tubuh menghadap kelima orang –
termasuk Sandara, yang berdiri di masing-masing kursi dengan wajah binggung.
“Selamat datang di Kynigo Trip! Ini adalah trip tujuh hari di dunia game! Mulai
dari kereta hingga Kynigo Land, kita akan melewati dua belas level games yang
nyata! Seperti yang kalian lihat tadi! Menyenangkan bukan?” Tidak ada yang
menanggapi. “Setiap permainan akan menambah poin untuk gerbong kita. Gerbong
Gi. Dan ada satu hal yang spesial dari gerbong Gi!”
Sandara
mengernyit. Spesial? Dan dengan wajah senang karena telah memancing rasa
penasaran dari kelima orang baru.
“Gi – dalam
bahasa yunani artinya tanah, kita adalah pengendali tanah!” Untuk membuktikan
kata-katanya yang tidak masuk akal, Yongbae mengibaskan tangannya. Ada segumpal
tanah masuk dari jendela yang terbuka, melayang lembut di hadapannya. Sandara
terkesiap memandangi keindahan tersebut. “Ini adalah hadiah bagi kita. Kekuatan
yang hanya dimiliki segelintir orang saja. Sangat menguntungkan, tapi kalian
tidak boleh memakainya secara sembarangan. Oke, sekian perkenalannya!” Taeyang
mengeip dan melambai, lalu melompat turun dari meja.
Sandara menoleh
pada Seungri, “Dia gila?”
Seungri
menyeringai, “Aku suka bilang dia gila, tapi dia serius.” Lalu laki-laki dengan
rambut gelap tersebut mengayunkan tangannya, membiarkan tanah masuk dari
jendela. Ia memutar-mutar tangannya, dan tanah tersebut meliuk-liuk di
depannya. “Ah tanahnya agak lembek karena berasal dari dasar lautan…”
“Seungri a…”
Sandara menatap tanah tersebut dengan terpesona. “Apakah aku juga dapat
melakukannya?”
“Tentu saja!”
kata Seungri. “Selamat datang di gerbong Gi!”
Bersamaan
dengan ucapan selamat datang Seungri, terdengar bunyi dari speaker lagi. Suara
perempuan tadi terdengar lebih bersemangat kali ini. “Level dua!”
Kali ini tidak
ada bunyi nyaring. Sandara menoleh, mewanti-wanti akan kedatangan makhluk
kerdil menjijikkan seperti tadi. Namun, kali ini tidak ada makhluk kerdil.
Kereta tiba-tiba saja tergoncang. Ada sulur-sulur yang menjalar dari luar,
masuk ke dalam kereta. Sulur itu meraih sebuah meja, membelitnya, dan
meremukkan granit tersebut menjadi serpihan.
Bersamaan
dengan masuknya sulur tersebut, pintu gerbong membuka dengan otomatis.
“Wow! Level dua
yang panas!” Seungri tidak takut. Ia maju dengan berani bersama teman-temannya,
meninggalkan Sandara dengan gadis di sebelahnya ketakutan.
Semakin banyak
sulur yang masuk. Benda itu menghancurkan apa saja, menusuk apa saja dengan
ujungnya yang lancip.
“Kraken!”
Yongbae berteriak. “Menyebar!”
Sandara
menghindari sabetan sulur tersebut. Ia menggandeng gadis di sebelahnya dengan
takut, dan mereka terus menerus berlari menghindar. Berbeda dengan ketujuh
orang di tengah ruangan. Youngbae dan Seungri sedang asyik memainkan gundukan
tanah untuk menahan gerak sulur tersebut, namun beberapa detik kemudian sulur
tersebut berhasil melepaskan diri. Kelima orang lainnya berlari keluar dari
gerbong, entah kemana.
Sandara
menggertakkan gigi. Bagaimana caranya? Mengayunkan tangan? Gadis itu sudah
melakukanya dan tidak ada tanah yang datang. Ia frustasi.
Bersama dengan
gadis di sebelahnya, Sandara mengamati kagum pertarungan yang sedang terjadi.
Ia tidak menemukan ketiga orang yang tidak termasuk dari kawan Seungri.
Orang-orang baru. Tourist baru. Apakah mereka juga bersembunyi?
Detik
berikutnya, ketika sedang asyik mengamati pertarungan, gadis itu menangkap
pemandangan yang membuatnya menjerit keras. Kopernya yang masih tergeletak di
salah satu tempat duduk, di tusuk oleh ujung sulur.
“Koperku!”
Sandara melepaskan tangan gadis di sebelahnya, berlari ke arah koper hitamnya.
Ia meloncati beberapa kursi yang remuk, mengambil salah satu batang kursi yang
tidak menjadi cacahan. “Sialan! Sialan!”
Sandara sudah
berada cukup dekat dengan sulur dan kopernya. Ia mendekat dan menyadari. Itu
bukan hanya sulur, melainkan tentakel. Sandara menusuk tentakel berlendir
tersebut dengan kepayahan. “Pergi! Dari! Koperku!” teriaknya penuh keamarahan.
Kini ia mengerti apa yang dimaksud Seungri tadi.
Ia masih bergulat
dengan tentakel itu, tidak menyadari sosok-sosok yang baru saja masuk ke dalam
gerbong. Kemarahannya menggebu-gebu. Ia tidak bisa membayangkan baju atau
sepatu di dalam kopernya yang berlubang-lubang. Gadis itu bekerja susah
payah untuk mendapatkan semua itu! Ia tidak akan membiarkannya dirusak oleh
tentakel jelek ini.
Rupanya
tentakel itu menyadari keberadaan Sandara. Kini ia tidak menyerang koper hitam
milik Sandara. Ia mulai menggeliat menyerang. Sandara berkelit. Gadis itu
tersenyum. Dulu kecil, jauh sebelum Sanghyun ada, ia sering berkelahi dengan
tetangganya. Entah melempar barang atau tonjok menonjok, gadis itu telah
membuat hampir segelintir anak seumuran di perumahannya babak belur. Karena
itulah orang tua Sandara memutuskan melahirkan Sanghyun, agar Sandara ingat
akan gendernya sendiri.
Sandara terus
menusuk dan menusuk hingga akhirnya ia kewalahan. Tentakel tersebut terlalu
kuat dan kokoh. Goresan kayu tersebut tidak melukai sedikitpun kulitnya.
Sandara terengah-engah. Ia sudah lelah berkelit. Gadis itu terkesiap ketika
tentakel bewarna coklat kayu tersebut bergerak untuk menamparnya. Gadis itu
memejamkan mata. Ia benar-benar lelah.
Sudah berapa
detik yang gadis itu gunakan dengan mewanti-wanti rasa sakit di wajah dan
tubuhnya. Apakah mungkin ia juga akan diremukkan seperti benda-benda tadi?
Sandara hanya memejamkan mata. Tiba-tiba tubuhnya ditarik, tangannya dibelit.
Gadis itu menggigit bibir dengan takut.. Apa yang akan terjadi padanya?
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Tidak terjadi
apa-apa. Sandara membuka mata. Tidak ada tentakel di depannya, melainkan
sesosok manusia yang membelakangi Sandara. Sosok itu memegang erat pergelangan
tangan Sandara, dan menarik-narik tubuh gadis tersebut. Sandara mengernyit.
Siapa orang ini?
Sandara memperhatikan
ketika tubuhnya digeser ke samping. Sosok itu adalah seorang laki-laki yang
bertubuh cukup jangkung. Dari samping, wajahnya sangat tampan dan menarik.
Walaupun bajunya dinodai lendir dan darah, wajah laki-laki itu sungguh
mulus dan indah. Rambut di puncak kepalanya bewarna merah terang. Berbeda
dengan Youngbae dan Seungri, laki-laki tersebut tidak hanya memakai kaos biasa.
Ia mengenaka pelindung hitam di depan dan belakang tubuhnya, serta bahunya.
Sandara
memperhatikan laki-laki itu. Ia tidak sedang memainkan tanah di tangannya.
Menggantikan gumpalan coklat itu, laki-laki itu menyemburkan api dari telapak
tangannya dan membakar tentakel tersebut hinga baunya seperti cumi-cumi bakar.
Sandara terpesona. Kelewat terpesona.
Setelah
berhasil membuat tuan tentakel gosong, laki-laki berambut merah tersebut
menoleh pada Sandara dan melepaskan tangannya. “Kau gila!” Hanya dua kata itu
yang ia ucapkan. Ia mengangkat sudut-sudut bibirnya, tersenyum. Seharusnya
Sandara sakit hati dibilang gila, tapi senyuman laki-laki itu membuat dua kata
tersebut bagaikan pujian.
“Jiyong!”
Yongbae berteriak. “Akhirnya! Kau membuatku menunggu!”
“Mian! Salah
siapa gerbongmu jauh!” Laki-laki bernama Jiyong tersebut menghampiri Yongbae,
berkumpul dengan Seungri dan segelintir orang yang tidak Sandara sadari
kedatangannya.
Jadi itu
laki-laki yang bernama Jiyong?
Kini Sandara
hanya meringkuk di sudut ruangan, memperhatikan. Orang-orang di tengah ruangan
sibuk mengayunkan tangannya, menyerang tentakel-tentakel lain. Tanah, air, api,
batu, dan apapun itu melesat di mana-mana. Bagaikan tarian, orang-orang
tersebut bekerja sama, berputar, memadatkan tentakel, menggosongkannya,
memukulnya, apapun itu.
"TIDAK!
TOLONG" Jeritan itu terdengar di tengah-tengah. Sandara mengangkat kepala
untuk melihat. Di ujung ruangan, seorang laki-laki dibelit tentakel dan
diangkat tinggi-tinggi hingga menyentuh langit-langit gerbong. Laki-laki itu
salah satu dari tourist baru. Ia berusaha meninju dan melepaskan belitan, namun
tak berhasil. Tanpa sadar Sandara menggigit bibir. Apa yang akan terjadi
padanya? Akankah tentakel itu meremuknya seperti ia meremukkan meja tadi?
Tiba-tiba
tentakel itu berhenti bergerak. Yongbaelah yang menghentikannya. Ia membalut
pangkal-pangkal tentakel dengan tanahnya. Laki-laki itu tampak berkonsentrasi.
"Jiyong!
Api!" teriak Yongbae.
"Akan
mengenainya!" Jiyong berhenti di depan. Ia terengah-engah.
Yongbae memutar
wajahnya ke arah laki-laki yang berdiri di belakang. Laki-laki itu lebih tinggi
dibanding Yongbae, namun bagaimanapun kelihatan lebih muda.
"Air! Kau
bisa melakukannya 'kan, Sehun?" tanya Yongbae. Peluh bercucuran di
dahinya, seakan menahan tanah-tanah tersebut sebanding dengan menahan truk
berjalan.
Laki-laki
bernama Sehun mengangguk dengan patuh. Ia sedikit berlari ke sebelah Jiyong,
mengangkat tangannya dengan sikap ancang-ancang. Jiyong menoleh padanya sekilas
untuk memberi arahan.
"Cepatlah!
Tanganku kesemutan!" Yongbae berteriak.
Tidak sampai
hitungan ketiga, Jiyong memuntahkan lidah api sekali lagi ke arah tentakel yang
membelit laki-laki di atasnya. Di sebelah, Sehun berkonsentrasi memindahkan air
laut menutupi api Jiyong. Mereka melakukannya terus menerus hingga akhirnya
tentakel itu menghitam, membiarkan mangsanya terjatuh di lantai gerbong.
Begitu terlepas
dari belitan tentakel, tourist baru tersebut berlari ke sudut ruangan. Mungkin
ia muntah, pikir Sandara. Gadis itu sendiri ingin muntah. Namun, mengingat
hanya keripik kentang yang berada di lambungnya saat ini, ia mengurungkan niat
tersebut.
Tidak terasa
berapa lama waktu telah berjalan dalam pertarungan selanjutnya. Tak ada satupun
dari mereka yang berhenti dan kelelahan menyerang tuan tentakel (Apa tadi
namanya? Kraken? Sandara tidak ingat.) Perlahan-lahan, Kraken bertentakel
tersebut menarik dirinya. Satu persatu tentakel ditarik keluar gerbong, menuju
laut yang membentang di luarnya. Mereka semua - termasuk Sandara - menghela
napas lega.
“Yeah! Kraken
tiruan yang nggak banget!” Seungri berseru. Peluh menetes dari dahinya yang
ditutupi poni. Bajunya lengket oleh keringat dan tanah, serta bekas lendir.
Terdengar bunyi
dari speaker sekali lagi. Suara seorang wanita bergema melaluinya, “Level 2
completed! 90 poin untuk masing-masing gerbong, 10 poin tambahan untuk
pendatang baru di gerbong astrapi dan gi! Selamat!”
“Dan selamat
datang di Kynigo Land!” Saut suara lain. Suara masinis Ha Donghoon yang
antusias. “Nikmati tujuh hari kalian di pulau permainan nyata di sini! Semoga
cukup beruntug! Sekali lagi Veni, vidi, vici!”
Kereta
berhenti. Sandara menengok jendela yang terbuka. Tidak ada angin laut yang
berhembus. Mereka telah sampai di pulau bernama Kynigo. Pulau games. Pulau yang
menghantarkan Sandara berpetualang selama tujuh hari bersama orang-orang yang
dapat melayang-layangkan benda. Ia mendesah. Apakah ini liburan yang ia
harapkan?
Sanghyun, ini
benar-benar liburan yang aneh! Undian apa yang membawaku ke sini? Entah.
Pesan terkirim.
____________________________________________________________
Here the first chapter! JEONGMAL
MIANHAE untuk ceritanya yang super aneh dan tidak teratur. Maafkan juga typo
yang nyempril di mana-mana. Hehe
Maaf jika gagal dan mengecewakan.
Omong-omong banyak istilah dan nama di sini berasal dari google translate atau ungkapan,
kebanyakan dari bahasa latin dan yunani. FYI, Kraken itu monster laut di
legenda Yunani. Hehehe.
Sebenarnya, aku buat ff ini supaya
bisa dibaca semua kalangan umur, jadi nggak terlalu banyak diksi dan banyak
adegan sadis yang nggak jadi (korban nonton Silent Hill ._.) hehehe
Dan karena Lost masih binggung
gimana ngelanjutinnya, akhirnnya aku menuangkan ide ini ^^. Pairingnya tetep
Daragon karena mereka Couple yang kucintai sepanjang masa. Tapi bukan berarti
nggak ada couple lain~ Cast lain akan muncul di next chapter!
Finally, mohon
review ya! Aku masih penulis amatir dan butuh butuh butuh orang untuk
mengomentari. But no bash please! ^^





0 komenz:
Post a Comment