Apakah menurutmu menjadi pacar seorang artis itu enak?
Kalau jawabanmu iya, berarti itu salah besar.
Ok, dulu mungkin aku memang memimpikan punya pacar artis yang ganteng... imut... keren... dan sebagainya.
Tapi sekarang, setelah aku sendiri merasakannya, menjadi pacar artis itu menderita.
Bakal di sorot-sorot kamera wartawan, kadang bakal di teror fans-fans gila, dan yang paling parah, aku nggak bisa keluar dari semua itu, karena aku terlanjur mencintai orang itu.
Kalau jawabanmu iya, berarti itu salah besar.
Ok, dulu mungkin aku memang memimpikan punya pacar artis yang ganteng... imut... keren... dan sebagainya.
Tapi sekarang, setelah aku sendiri merasakannya, menjadi pacar artis itu menderita.
Bakal di sorot-sorot kamera wartawan, kadang bakal di teror fans-fans gila, dan yang paling parah, aku nggak bisa keluar dari semua itu, karena aku terlanjur mencintai orang itu.
Orang itu, adalah Steve Black. Dia seorang model, aktor, dan sekaligus leader sebuah band. Dia pujaan berratus-ratus ribu wanita di dunia, dan bahkan panutan berribu-ribu lelaki di dunia. Dia tampan, low profile, dan baik hati. Dia adalah aktor yang menang dan masuk dalam nominasi mtv award, dan dia adalah penyanyi yang menang dan masuk dalam nominasi music award. Dan dia seorang cowok bule berambut pirang yang memiliki mata biru cemerlang. Ya, dia.
Dan kau bakal heran bagaimana cowok sesempurna itu bisa menjadi pacarku? Aku yang dengan muka standard ini?
Dan beginilah dimulainya awal cerita itu.
Malam itu hujan deras turun membasahi kota Jepang. Dan AC di hotel menyala dengan kencang membuat gigiku gemerlatukan karena kedinginan. Orang tua dan adik kecilku sudah tertidur dengan pulasnya. Heran deh, bagaimana mereka bisa tidur dalam kondisi sedingin ini.
Malam itu hujan deras turun membasahi kota Jepang. Dan AC di hotel menyala dengan kencang membuat gigiku gemerlatukan karena kedinginan. Orang tua dan adik kecilku sudah tertidur dengan pulasnya. Heran deh, bagaimana mereka bisa tidur dalam kondisi sedingin ini.
Tiba-tiba terlintas dalam benakku semangkuk mie kuah panas. Aku mengambil sweater di lemari dan mengambil uang dari dompet mama. Maaf ma... aku betul-betul lapar... dan kedinginan.
Pelan-pelan kubuka kamar hotel. Lalu tiba-tiba aku berpikir, bagaimana aku bisa kembali kalau pintu dikunci dari dalam? Kunci hotel ini kan menggunakan kartu, dan kartu tu hanya satu. ehm.. tapi mama biasanya bakal bangun kalau mendengar bunyi bel. Tapi kalau nggak kedengaran gimana? Cepat-cepat aku masuk ke kamar, memindahkan ponsel mama ke sebalah bantalnya, lalu mengambil ponsel yang kuletakkan di sebelah bantalku.
Makanan di restoran hotel ini mahal. Tadi pagi aku makan di sini dengan menggunakan kartu hotel papa, tapi... kalau nggak pakai kartu, aku yakin dengan uang yang ku kantungin ini nggak bakal cukup. Akhirnya aku keluar dari hotel. Di depan hotel, berjejer-jejer rumah makan kecil terbuka. Dan kemarin aku pernah mencoba makan di salah satu rumah makan di sana.
***Jujur saja, sebelum ini, aku nggak pernah bermimpi punya pacar. Aku hanya senang dengan karirku. Menjadi artis dan penyanyi adalah mimpiku seumur hidup. Begitulah aku yang dulu.
Tapi semua itu berubah sejak aku bertemu dengan dia, ya dia, salah satu fansku, Stella Marrie. Gadis itu.. merubah segalanya. Aku tahu, beribu kritik berkata bahwa dia nggak sepadan denganku. Dia hanya gadis biasa, dan dia nggak secantik model-model dan aktris-aktris yang selama ini ku kenal. Tapi... ini kenyataannya... Aku mencintainya...
Dan aku tak kan pernah melupakan... Awal pertemuanku dengannya...
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku harus makan di warung kecil di pinggir jalan. Oh tidak. Manager ku ini mengada-ada. Apa sih yang dipikirkannya? Aku ngotot nggak mau keluar dari mobil. Ya, memang sih... warung kecil itu sepi... Nggak bakal ada fans yang bakal ngejar-ngejar atau ngerubuti aku. Tapi... oh tidak... lihat tuh.. mienya dimasak di mana.. terjamin nggak itu bersihnya?
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku harus makan di warung kecil di pinggir jalan. Oh tidak. Manager ku ini mengada-ada. Apa sih yang dipikirkannya? Aku ngotot nggak mau keluar dari mobil. Ya, memang sih... warung kecil itu sepi... Nggak bakal ada fans yang bakal ngejar-ngejar atau ngerubuti aku. Tapi... oh tidak... lihat tuh.. mienya dimasak di mana.. terjamin nggak itu bersihnya?
"Ayolah... lagian ini di Jepang, Steve... Kamu makan dipinggir jalan pun nggak bakal ada yang mencela.. nggak ada salahnya... lagian makanan di pinggir jalan ini terkenal di Jepang.." Rayu managerku, Armando Deal.
"Heh? Benarkah? Siapa yang bilang?"
"Aku kan yang tadi bilang.. Ayolah, Steve..." Ar memasang wajah memelasnya yang bakal membuatku menjawab. "ya ya wes... huh!"
Aku melaju memasuki warung kecil itu. Melewati sang koki yang memasak di depan.Dan aku memilih duduk jauh dari sang koki. Aku nggak ingin muntah dulu sebelum makan.It's not my style.
Aku membaca daftar menu yang dipenuhi goresan-goresan yang nggak bisa kubaca. Bahasa apaan sih ini? Kalau bukan untuk syuting film terbaruku yang mesti mengambil gambar suasana Jepang, aku nggak bakal mau pergi ke Jepang tanpa seorang translator.
Untungnya managerku ini lumayan bisa bahasa Jepang, jadi dia segera memesankan tulisan makanan di baris ke dua daftar menu pada sang pelayan. Tapi aku yakin sang pelayan belum beranjak pergi setelah Ar memesan makanan. Jadi aku mengangkat wajahku. ternyata sang pelayan sedang menatap kagum padaku.
"Are you Steve Black?" Tanya sang pelayan dalam logat yang aneh. Lalu ia mengangkat tanganny menjadi tembak dan menodongku lalu memutar-mutar tangannya. Oh,ternyta dia sedang menirukan peranku di film terbaruku.
Aku tersenyum lalu mengangguk. Si pelayan wanita mengerjap lalu berlari mengambil selembar kertas dan bolpoin. Aku menanda tangani kertas itu. Di sela-sela menanda tangani kertas itu, aku merasakan kehadiran orang lain di warung itu. Selesai aku menanda tangani kertas itu, aku tersenyum pada si pelayan. Si pelayan balas tersenyum lalu pergi ke arah si koki untuk menyampaikan makanan yang kupesan.
Aku memandang sekeliling, ternyata benar, ada pengunjung baru. Seorang gadis remaja yang rambut hitam-coklatnyanya diikat sembarang. Dia menatap daftar menu dengan bingung, menggaruk rambutnya, lalu memanggil sang pelayan dan menunjuk salah satu tulisan. Aku berani bertaruh bahwa dia bukan orang Jepang. Aku terus menatapnya, entah apa yang membuatku melakukan itu. Aku hanya...tertarik.
Ketika gadis itu menunggu pesanannya. Ia menatap sekeliling warung. Dan ketika ia menatap aku dan managerku, ia mengerjap beberapa kali. Aku pura-pura membuang muka.
***To be continued.. huehehehe..._Sy_jy




0 komenz:
Post a Comment